Ahad 21 Aug 2022 08:06 WIB

Kekeringan di Eropa, Banjir di Korea, Perubahan Iklim Itu Semakin Nyata

Perubahan cuaca saat ini terjadi begitu cepat.

Sungai Var di Saint-Martin-du-Var, Prancis selatan, mengering hingga dasarnya pun retak-retak, 7 Agustus 2022. Prancis selatan mengalami cuaca kering dan kekeringan dengan rekor suhu tinggi.
Foto: EPA-EFE/SEBASTIEN NOGIER
Sungai Var di Saint-Martin-du-Var, Prancis selatan, mengering hingga dasarnya pun retak-retak, 7 Agustus 2022. Prancis selatan mengalami cuaca kering dan kekeringan dengan rekor suhu tinggi.

Oleh : Friska Yolandha, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa bulan terakhir ini, cuaca terasa lebih panas dan kering. Angin pun tak membantu. Udara yang dibawa sama panasnya dengan terik matahari.

Tak hanya di Indonesia, gelombang panas tengah menyapu sebagian wilayah dunia. Sejumlah negara di Eropa tengah berjuang menghadapi kekeringan dan kebakaran.

Gelombang panas menyebabkan suhu tinggi di sejumlah negara. Maxar Technologies mencatat suhu di Inggris, Jerman, dan Prancis mencapai 36 derajat Celcius.

Inggris mengalami Juli terkering sejak 1935, dengan hanya 35 persen dari curah hujan rata-rata untuk bulan itu. Pemerintah Inggris pada Jumat (12/8/2022), menyatakan status kekeringan untuk wilayah bagian selatan, tengah, dan timur.

Sumber Sungai Thames dilaporkan telah mengering lebih jauh ke hilir daripada sebelumnya. Kekeringan ini berarti lebih sedikit oksigen untuk ikan dan satwa liar.

Tak hanya di Inggris, Italia juga menghadapi penyusutan sumber air. Danau Garda menyusut ke level terendah dalam sejarah. Petak-petak bebatuan yang terletak di dasar danau terbesar di Italia itu telah tampak ke permukaan. Tak hanya itu, Sungai Po yang mengalir melintasi jantung pertanian dan industri Italia juga turut mengering.

Kekeringan dan suhu tinggi ini menyebabkan kebakaran di beberapa wilayah. Sistem Informasi Kebakaran Hutan Eropa (EFFIS) mengungkapkan, sejauh ini, sekitar 659.541 hektare lahan habis terbakar. Angka itu merupakan rekor sejak pengumpulan data dimulai pada 2006.

Spanyol menjadi negara yang paling parah menghadapi kebakaran hutan. Lahan seluas 244.924 hektare di sana hangus dilalap kobaran api.

Rumania berada di bawah Spanyol dengan kerusakan lahan seluas 150.528 hektare. Kemudian, disusul Portugal dengan 77.292 hektare lahan yang terbakar.

EU’s Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) telah memperingatkan bahwa sebagian besar negara di Eropa Barat sekarang berada dalam bahaya kebakaran ekstrem. Kebakaran hutan tahun ini memaksa penduduk di Austria, Kroasia, Prancis, Yunani, Italia, dan Prancis, meninggalkan rumah. Tak hanya melenyapkan lahan, kebakaran juga menghancurkan bangunan atau rumah warga.

Di Prancis, suhu panas menyebabkan kebakaran hutan dan memaksa 10 ribu orang mengungsi. Pemadam kebakaran seluruh Eropa datang ke negara itu untuk menjinakkan api. Api melalap 7.400 hektare lahan di Prancis, setara luas Kota Nice.

Tak hanya di Eropa, gelombang panas juga menyebabkan Sungai Yangtze, China, mengering. Kekeringan sungai tersebut mengancam panen.

Suhu udara di bagian tengah dan hilir Sungai Yangtze mencapai 40 derajat Celcius selama satu bulan terakhir. Pakar mengatakan hal ini disebabkan variasi yang picu perubahan iklim di dataran tinggi subtropis Pasifik barat yang menentukan suhu musim panas seluruh Asia timur.

Pada Juli lalu curah hujan Sungai Yangtze turun hingga 30 persen dibandingkan biasanya dan turun 60 persen pada bulan Agustus. Permukaan air Danau Poyang di Provinsi Jiangxi, China Tengah, turun dari tingkat normal selama musim dingin kering. Danau ini berperan besar dalam mengatur aliran air Sungai Yangtze selama musim panas.

Berbeda nasibnya, ibu kota Korea Selatan, Seoul, justru menghadapi curah hujan tertinggi selama 80 tahun. Hal itu menyebabkan Seoul dan sejumlah wilayah lain kebanjiran.

Tidak pernah negara itu mengalami curah hujan separah itu. Sejauh ini, sembilan orang dinyatakan meninggal dunia akibat bencana tersebut.

Perubahan iklim menjadi dalang dari ini semua. Perubahan cuaca saat ini terjadi begitu cepat. Akibatnya, musim menjadi lebih parah dari yang pada umumnya terjadi.

Dampak perubahan iklim sangat beragam, mulai dari krisis pangan hingga penyakit yang mengancam. Kekeringan menyebabkan petani terancam gagal panen. Cuaca ekstrem berpotensi membuat kekebalan tubuh melemah.

Kondisi ini tidak bisa dibiarkan dan harus sebisa mungkin diatasi agar dampaknya tidak terlalu parah. Dari diri sendiri, mencegah dampak perubahan iklim dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, tidak membakar sampah, dan membuang sampah plastik ke sungai. Sesederhana itu.

Kurangi penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil. Gunakan transportasi umum jika memadai. Jika tidak sekarang, maka dampak perubahan iklim akan semakin nyata. Bukan tidak mungkin banyak makhluk hidup yang punah karena tidak mampu bertahan. Termasuk kita?

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement