Senin 29 Aug 2022 08:39 WIB

Agar Kita tak Lagi Percaya Dukun

Masih banyak masyarakat yang percaya dukun

Praktik perdukunan, ilustrasi
Praktik perdukunan, ilustrasi

Oleh : Muhammad Hafil, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ramainya pemberitaan tentang Pesulap Merah (Marcel Radhival) yang membongkar praktik perdukunan (selain dukun beranak dan pijat) yang menipu, membuka mata kita bahwa masih ada masyarakat yang memercayai dukun. Bagi penulis, upaya Pesulap Merah  ini membantu memberi pemahaman agar orang tidak lagi mendatangi atau memanfaatkan jasa perdukunan.

Terkadang, dengan menyampaikan berbagai argumen seperti dalil-dalil keagamaan tentang kedustaan dukun (bukan dukun beranak atau dukun pijat) yang mengaku mengetahui tentang hal ghaib, tidak bisa diterima begitu saja oleh kalangan masyarakat yang memercayainya.

Padahal mengenai kepercayaan terhadap dukun ini, sudah dijelaskan dalam  buku Ambilah Aqidahmu dari Alquran dan As-sunnah yang Shahih yang Dipahami Shahabat Radhiyallahu Anhuma, yang menyebutkan seorang Muslim tidak boleh mempercayai pernyataan ghaib dari arraaf (orang yang mengaki memiliki pengetahuan tentang yang ghaib) dan peramal untuk mengetahui yang ghaib, tidak serta merta membuat seorang percaya.

l Allah ﷻ  sudah berfirman:

 

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ٱلْغَيْبَ إِلَّا ٱللَّهُۚ ...

"Katakanlah, "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah"..." (QS An Naml ayat 65).

Dalam ayat lain, secara tegas Allah ﷻ menyebutkan beberapa hal yang hanya Dia yang secara pasti mengetahui.

Sementara itu, dalam hadits riwayat Imam Ahmad, Nabi ﷺ Muhammad bersabda sebagai berikut ini: 

من أتى عرافا أو كاهنا فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد

"Barangsiapa mengunjungi seorang arraaf atau peramal (dukun) dan percaya pada apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad (Alquran)." (Hadits sahih diriwayatkan Imam Ahmad)

Menurut hemat penulis, mengapa sebagian orang percaya terhadap dukun?Kita tak boleh serta merta menyalahkan mereka yang percaya dan memercayai dukun. Namun, ini juga ada andil sang dukun yang memanfaatkan simbol-simbol agama untuk menyampaikan penipuannya.

Misalnya, dia memakai pakaian keagamaan atau dia menulis sesuatu dengan tulisan Arab atau kutipan ayat-ayat Alquran yang dijadikan jimat. Padahal dalam soal ini, Profesor di departemen Studi Islam dalam Bahasa Inggris, Universitas Al-Azhar, Mesir Mohammad S. Alrahawan sudah mengingatkan tidak ada hadits dari Nabi atau sahabat yang menjelaskan tentang praktik menulis ayat-ayat Alquran, doa, zikir atau nama-nama Allah pada selembar kertas atau pakaian dan memakainya seperti kalung atau gelang.

Sebagai Muslim, contoh teladan adalah Nabi dan para sahabatnya. "Memakai taweez (jimat dengan Alquran di dalamnya, atau angka yang mewakili ayat-ayat Alquran) sama tidak logisnya dengan seseorang yang pergi ke dokter yang sakit, mengumpulkan dan membayar resepnya, lalu menggulungnya atau melipatnya, dan meletakkannya di kantong kulit dan memakainya di leher, lengan atau pinggangnya," ujar  sang profesor.

Kalau menuliskan sebagian kutipan ayat-ayat Alquran menjadi jimat saja sudah salah, apalagi jika kita memercayai jimat.  Dalam "Kisah Teladan dan Aneka Humor Sufi" yang ditulis oleh MB Rahimsyah dijelaskan mengenai sikap Rasulullah terhadap azimat yang disampaikan oleh Ibnu Amir al Jauhani.

Pada suatu hari, Rasulullah didatangi oleh satu rombongan yang terdiri atas sembilan orang. Mereka itu menghadap Rasulullah untuk masuk Islam, dan meminta beliau untuk membaiat mereka menjadi Muslim.

Tidak semua anggota rombongan itu dibaiatnya. Salah seorang dari mereka ditolak Rasulullah. Entah mengapa sebabnya, dan masalah ini tentunya mengundang pertanyaan dan menjadi tanda tanya mereka. "Wahai Rasulullah, yang lain ini kau baiat, tetapi mengapa yang seorang ini kau tolak?" tanya salah seorang di antara mereka. Rasulullah menjawabnya, "Karena dia menggunakan tamimah."

Tamimah adalah sebuah cincin dari batu mulia atau sejenisnya yang dulu biasa dipergunakan oleh orang-orang jahiliah untuk azimat atau penolak bala. Caranya adalah dengan mengenakan di jari tangan atau mengalungkannya di leher.

Dengan tersipu-sipu, orang yang merasa memakainya dengan diam-diam melepaskan tamimah yang dikenakannya. Baru setelah itulah, Rasulullah mau membaiatnya. "Barang siapa yang mengalungkan azimat, sesungguhnya ia telah musyrik," kata Rasulullah menjelaskan sikapnya kepada mereka.

Namun, kita tak menutup mata jika masih ada masyarakat yang memercayai perdukunan berkedok agama. Untuk itu,  penulis menyarankan, renungkanlah nasihat Imam Syafii :

"Jika kalian melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di atas udara maka janganlah terpedaya olehnya hingga kalian menimbang perkaranya di atas Al-Qur'an dan As-Sunnah"

Dan bagi para dukun, tolong hentikanlah praktik-praktik perdukunan dengan memanfaatkan simbol-simbol agama dan menyalahgunakannya. Sadarlah bahwa yang kalian lakukan itu adalah membohongi publik dan membawa umat kepada jurang kesyirikan.

Serta ketahuilah sekarang zaman semakin canggih. Dengan pengungkapan penipuan-penipuan kalian yang salah satunya dilakukan oleh Pesulap Merah, bukan tidak mungkin akan semakin banyak orang-orang yang akan membongkar kedok kalian. Jadi, carilah rezeki yang lebih bermanfaat dan juga halal tanpa harus menipu dengan memanfaatkan dan menyalahgunakan ajaran agama.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement