REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Departemen Patologi Klinik Universitas Kristen Krida Wacana Tonny Loho mengingatkan subvarian omicron BA.5 yang bisa menular lebih cepat. Ini terlihat dari jumlah kasus Covid-19 yang meningkat jika dibandingkan sebelumnya.
"Tampaknya subvarian BA.5 ini bisa menginfeksi lebih cepat. Ini terbukti dengan jumlah kasus Covid-19 yang terjadi kini tampaknya meningkat jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya," kata pria yang juga menjabat sebagai Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia saat berbicara di konferensi virtual, Jumat (26/8/2022).
Ia menambahkan, peningkatan kasus ini terlihat dari tes di laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) dan hasilnya positif. Ia membandingkan jika sebelum subvarian ini muncul hanya sedikit sekitar 10 hingga 20 persen yang terkonfirmasi positif tetapi setelah ada subvarian baru ini maka yang hasil es laboratprium menunjukkan hasilnya meningkat. Ia menyontohkan, jika spesimen yang diperiksa mencapai 100 orang per hari kemudian persentase yang positif tertular virus ini meningkat jadi 50 persen.
"Sepertinya subvarian BA.5 ini lebih mudah menular," ujarnya.
Bahkan, ia mengakui orang yang sudah pernah terinfeksi virus ini bisa terinfeksi ulang (reinfeksi). Terkait orang yang pernah terinfeksi Covid-19 kemudian bisa reinfeksi, Tonny menjelaskan, prinsip dasar penyakit infeksi dipengaruhi oleh tiga komponen. Pertama adalah agent yaitu virus, kedua adalah host yaitu manusia yang terinfeksi, dan ketiga adalah environment atau lingkungan.
"Artinya bagi mereka yang sudah divaksin Covid-19 namun ada di kerumunan banyak orang, ketika makan bersama membuka masker kemudian berinteraksi maka disitulah bisa terkonfirmasi positif Covid-19," katanya.
Bahkan, bila virus ini terhirup di hidung dan saluran napas bawah orang tersebut maka membuat orang ini terinfeksi Covid-19 lagi. Bedanya jika orang ini sudah pernah terpapar virus atau sudah divaksin Covid-19 setelah dimasuki virus ini lagi dalam tubuh kemudian sistem pertahanan tubuh yaitu seluler yang memiliki antibodi terhadap virus kemudian pertahanan tubuh yang ada bekerja bersama untuk mengatasinya. Bahkan, ia menambahkan, jika penyintas atau orang yang divaksin ini tidak memiliki penyakit penyerta (komorbid) mengalami reinfeksi dengan gejala ringan, bahkan mungkin tak bergejala sama sekali.
"Sedangkan kalau dalam jumlah banyak dan punya komorbid maka mungkin membuat kondisinya lebih berat," ujarnya.