REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron mengungkapkan, perguruan tinggi menyumbang sebanyak 86 persen koruptor di Indonesia. Penyebabnya, ucap dia, karena para alumni perguruan tinggi tidak menjunjung integritas.
Hal ini Ghufron sampaikan saat mengisi acara Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) bagi mahasiswa baru di Gedung Auditorium Harun Nasution, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidyatullah Jakarta beberapa waktu lalu.
Ghufron menuturkan, berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAN) atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, ada berbagai akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi. Antara lain merusak pasar, harga, dan persaingan usaha yang ketat, meruntuhkan hukum, penurunan kualitas hidup dalam pembangunan berkelanjutan, merusak proses demokrasi, pelanggaran hak asasi manusia, dan menyebabkan kejahatan lain berkembang.
"Dari berbagai akibat tersebut, perguruan tinggi ternyata ikut menyumbang 86 persen koruptor. Hal itu terjadi karena banyaknya para alumni perguruan tinggi yang berilmu, tapi tidak berintegritas," kata Ghufron seperti dikutip dari situs UIN Syarif Hidayatullah, Sabtu (27/8/2022).
Menurut dia, krisis integritas sudah memasuki perguruan tinggi. Ghufron menuturkan, hal itu salah satunya terlihat dari banyaknya alumni yang menempuh kuliah hanya karena ingin mendapat pekerjaan.
"Terjadi krisis integritas di lingkungan pendidikan tinggi, salah satu contohnya karena kuliah hanya dengan tujuan untuk mendapat pekerjaan," jelas dia.
Dia menilai, hilangnya integritas dari pendidikan karena adanya perbuatan korupsi secara besar maupun kecil. Mulai dari rekrutmen mahasiswa, proses pendidikan, tugas akhir, penelitian, akreditasi, hingga tata kelola pendidikan.
Oleh karena itu, Ghufron mehminta, agar pendidikan antikorupsi terus ditingkatkan. Tujuannya, untuk memperbaiki tata kelola dan meningkatkan integritas, serta dapat mencegah perbuatan rasuah.
Selain itu, dia menyebut, mahasiswa juga harus memiliki kompetensi dan karakter yang kuat. "Menyongsong Indonesia Emas 2045, mahasiswa harus memiliki kompetensi, kemampuan, dan karakter integritas yang kuat," tutur dia.