REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Setiap anak berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk tumbuh berkembang dan berpartisipasi, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Anak dengan keterbatasan fisik, psikis atau kemampuan otak yang berbeda, sejatinya memiliki potensi meski cara mengasahnya memerlukan cara yang tak biasa.
Sebanyak 30 anak berkebetuhan khusus mengikuti pelatihan seni kriya yang digelar Suku Dinas Kebudayaan Kota Administrasi Jakarta Pusat hingga Rabu (31/8) mendatang. Puluhan anak itu tidak hanya dari sekolah luar biasa atau SLB tapi juga sekolah umum. Mereka yang berasal dari sekolah umum adalah siswa inklusi.
Raut wajah puluhan peserta itu nampak senang dan bersemangat mengikuti pelatihan seni kriya. Meski memiliki keterbatasan dalam hal komunikasi antar teman dalam kelompok maupun dengan pembimbingnya tapi mereka dapat mengikuti pelatihan dengan baik. Selama pelatihan mereka diajarkan tiga jenis seni kriya, yaitu kriya kertas, kriya kayu dan kriya kain yang diolah menjadi suvenir khas Jakarta.
Andrian salah satu peserta dari SLB Negeri 3 Jakarta mengaku senang bisa mengikuti pelatih seni yang digelar di Pusat Pelatihan Kesenian Jakarta Pusat. Dengan suara yang terbata-bata diiringi bahasa isyarat tangan, ia mengatakan bahwa dirinya sangat senang bisa ikut latihan seni kriya. Bahkan setiap harinya dia mengaku antusias mengikuti pelatihan.
"Saya Andrian umur 12 tahun. Saya senang di sini (pelatihan)," kata Andrian dengan bahasa isyarat tangan, saat ditemui beberapa waktu lalu.
Dalam kesempatan itu, Andrian bercerita, dia bersama teman-temannya mendapatkan pelatihan seni kriya yang berbeda-beda. Ia berharap, bisa membuat hasil karya seni yang lebih bagus lagi. Sehingga bisa membuat bangga orang tua, teman dan juga sekolahnya.
Deana Nurazizah salah satu pembimbing mengatakan, peserta pelatihan seni kriya ini adalah anak berkebutuhan khusus yang menyandang disabilitas intelektual dan tuli. Menurutnya memberikan pelatihan pada anak berkebutuhan khusus memiliki effort lebih dibanding dengan anak lainnya. Salah satu kendala yang paling sering adalah menghadapi suasana hati anak.
"Kendalanya di mood anak biasanya, kalau anaknya sudah bosen, suka gak mau meneruskan, jadi kitanya harus ngasih semangat, lebih sabar," kata salah satu guru di SLB Negeri 3 Jakarta.
Namun demikian, Deana mengaku, anak-anak sangat antusias mengikuti pelatihan. Hanya saja berbeda dengan anak pada umumnya yang bisa fokus lebih lama, misalnya dari jam 08.00 WIB sampai dengan jam 12.00 WIB. Sedangkan anak berkebutuhan khusus range waktu untuk fokus belajar tidak bisa lama, maka jam 10.00 WIB harus istirahat dulu.
"Kalau anak pada umumnya sudah bisa menjahit sudah langsung bisa. Anak-anak kita dikenalkan dulu jarumnya, cara menggunakanya, karena motorik mereka juga sedikit terhambat, jadi mundur dulu beberapa step untuk bisa sampai sama kaya yang lain," terang Deana.
Menurut Deana, sebanyak 15 peserta dari SLB di Jakarta dan 15 peserta adalah siswa inklusi dari SMA atau SMK umum. Namun demikian, dalam pelatihan mereka digabung dengan siswa dari SLB dan dibagi menjadi tiga kelompok. Sehingga mereka bisa saling membaur dan mengenal satu sama lainnya.
"Anak-anaknya yang ke sini itu yang udah mampu dilatih, bukan lagi yang harus dari awal. Cuman baru dikenalkan untuk pembuatan ini, jadi mereka memang baru pertama mencoba hal-hal ini," ungkap perempuan asal Kuningan, Jawa Barat itu.
Kasi Pembinaan Sudin Kebudayaan Jakarta Pusat, Sinta Mutiara Sari menjelaskan, anak-anak berkebutuhan khusus memiliki potensi di bidang seni, termasuk seni Kriya atau ketrampilan. Sehingga sangat mungkin mereka (anak berkebutuhan khusus) bisa jadi ahli dalam bidang ini. Bahkan karya yang dihasilkannya layak jual tentunya menjadi ruang untuk menambah penghasilan.
"Bisa dikatakan, pelatihan ini untuk memberikan bekal dasar ketrampilan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Berharap, nantinya mereka bisa mengembangkan dan bisa menjadi alternatif pilihan kedepan untuk untuk mengisi dunia kerja, agar mereka bisa mandiri," kata Sinta.
Kegiatan pelatihan seni kriya ini akan berlangsung selama 10 hari, dimulai dari tanggal 18 sampai dengan 31 Agustus 2022 mendatang. Pelatihan ini diikuti 30 peserta, 15 orang diataranya penyandang difabel dan 15 orang siswa SLTA sederajat. Sebanyak 15 orang siswa SLB Negeri 3, 5 orang siswa SMA negeri 68, 5 orang SMK Negeri 44 dan 5 orang SMK Negeri 54.