REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas fisik seperti berolahraga sudah terbukti meningkatkan kesehatan jantung dan mengurangi risiko kematian. Ada tambahan lain yang bisa menggandakan dampak baik tersebut, yakni berolahraga dan setelahnya melakukan mandi sauna.
Mandi sauna adalah terapi panas pasif yang biasanya digunakan untuk kesenangan, relaksasi, dan kesehatan. Penelitian pada 2015 menunjukkan bahwa mandi sauna yang sering dikaitkan dengan penurunan risiko kardiovaskular yang fatal dan semua penyebab kematian.
Studi observasional terpisah pada 2018 menemukan bahwa tingkat kebugaran kardiorespirasi (CRF) seseorang menjadi lebih tinggi setelah sauna tiga hingga tujuh kali sepekan. Kini, studi baru dari Universitas Jyväskyl, Finlandia, melakukan uji coba kontrol acak (RCT) untuk mengetahui efek mandi sauna plus olahraga. Para peneliti menemukan bahwa gabungan itu meningkatkan kesehatan jantung lebih dari sekadar berolahraga.
Temuan telah diterbitkan dalam American Journal of Physiology. Untuk mendapat hasilnya, para peneliti merekrut 48 peserta lelaki dan perempuan berusia antara 30 sampai 64 tahun. Semua memiliki gaya hidup yang tidak banyak bergerak, yang didefinisikan oleh para peneliti sebagai pekerja di balik meja dan aktivitas fisiknya kurang dari 30 menit sepekan.
Setiap peserta juga memiliki setidaknya satu faktor risiko kardiovaskular, termasuk kolesterol tinggi, riwayat keluarga penyakit jantung koroner, hipertensi, obesitas, dan punya kebiasaan merokok. Para peserta kemudian diacak masuk ke salah satu dari tiga kelompok perlakuan.
Kelompok pertama diminta melakukan latihan teratur berdasarkan pedoman dan mandi sauna 15 menit setelah latihan. Kelompok kedua berolahraga teratur berbasis pedoman saja, sementara para peserta sisanya masuk dalam kelompok kontrol.
Peserta di kelompok intervensi berolahraga tiga kali sepekan selama 60 menit, termasuk 10 menit pemanasan seluruh tubuh, 20 menit latihan ketahanan, dan 30 menit latihan aerobik. Tim kemudian memeriksa CRF yang diukur dengan pengambilan oksigen maksimal dan tekanan darah. Diperiksa pula massa lemak, kadar kolesterol total, dan kekakuan arteri.
Setelah menganalisis hasilnya, para peneliti menemukan bahwa kedua kelompok intervensi memiliki massa lemak yang lebih rendah dan CRF yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Namun, mereka yang berada dalam kelompok mandi sauna dan olahraga gabungan, mengalami peningkatan CRF yang lebih signifikan.
Penulis utama studi, Earric Lee, menjelaskan bahwa selama ini diketahui dari literatur bahwa ada jendela peluang pada periode pascaolahraga. Artinya, ada peningkatan sensitivitas insulin dan kadar lipid darah tumpul (tidak lebih dari 60-90 menit). Hal itu menunjukkan peluang ideal untuk intervensi konjungtif seperti terapi panas, termasuk mandi sauna.
Peneliti doktoral di Universitas Jyväskyl di Finlandia itu menginformasikan bahwa selama penelitian, tim meningkatkan suhu sauna setiap dua pekan sebesar lima derajat Celcius. Tujuannya supaya efek yang diberikan terapi panas tidak terhenti dengan kondisi kebugaran peserta yang kian meningkat setelah olahraga teratur.
Dia memahami kebanyakan orang hanya memiliki akses ke sauna umum sehingga tidak dapat mengubah suhunya. "Dalam kasus seperti itu, mungkin lebih layak untuk meningkatkan frekuensi kunjungan dari waktu ke waktu," ungkap Lee, dikutip dari laman Medical News Today, Rabu (31/8/2022).