Kamis 01 Sep 2022 15:41 WIB

Pemerintah Diminta Buka Ruang Dialog, Komisi X Usulkan Pokja Nasional RUU Sisdiknas

Pokja Nasional RUU Sisdiknas yang dinilai menjadi solusi untuk membuka ruang dialog.

Sejumlah pelajar dan mahasiswa berunjuk rasa menolak RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Mereka meminta pemerintah dan DPR untuk menunda pembahasan RUU Sidiknas masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023 karena penyusunannya dinilai kurang transparan.
Foto: ANTARA/Henry Purba
Sejumlah pelajar dan mahasiswa berunjuk rasa menolak RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Mereka meminta pemerintah dan DPR untuk menunda pembahasan RUU Sidiknas masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023 karena penyusunannya dinilai kurang transparan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penolakan dari berbagai elemen masyarakat terhadap Rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) harus disikapi dengan bijak. Komisi X mengusulkan pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Nasional RUU Sisdiknas yang dinilai bisa menjadi solusi untuk membuka ruang dialog bagi pemerintah dan kelompok masyarakat sipil. 

"Kami sepakat jika UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas harus direvisi karena dinamika pengelolaan pendidikan nasional sudah jauh berubah dibandingkan kondisi 20 tahun lalu. Kendati demikian harus dibuka ruang dialog yang lebih transparan mengingat banyaknya penolakan dari kelompok masyarakat sipil. Maka saya menginisiasi adanya Kelompok Kerja (Pokja) Nasional RUU Sisdiknas ini," kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Kamis (1/9/2022).

Baca Juga

Huda menjelaskan, kencangnya penolakan draf RUU Sisdiknas yang disusun oleh Kemendikbudristek oleh berbagai elemen masyarakat sipil harus ditangkap sebagai bentuk kritik membangun. Suara-suara mereka harus benar-benar didengar dan dipertimbangkan agar UU Sisdiknas yang ada benar-benar menjadi payung hukum bagi terciptanya ekosistem pendidikan nasional yang sesuai dengan kepentingan bangsa. 

"Apalagi suara-suara tersebut disampaikan oleh lembaga-lembaga yang selama ini terlibat aktif dalam pengelolaan pendidikan nasional seperti PGRI, P2G, Muhammadiyah, pemerhati pendidikan, hingga para guru besar," ujarnya. 

Huda menilai, kritikan adanya kelemahan pada sisi aspek prosedural dan materi RUU Sisdiknas yang disampaikan publik masih dalam tahap kewajaran. Dari aspek prosedural misalnya Kemendikbudristek memang terkesan berjalan sendiri dan tidak membuka ruang partisipasi publik dalam proses penyusunan draf RUU Sisdiknas. 

"Pakar-pakar yang diundang sebagian besar mengaku hanya disuruh mendengarkan poin-poin dalam draf RUU Sisdiknas, sehingga kesannya Kemendikbudristek hanya sosialisasi saja. Di samping itu memang belum ada grand desain pendidikan yang disepakati sebagai pijakan dalam pembentukan UU. Hal inilah yang dianggap kelemahan dari sisi prosedur penyusunan draf RUU Sisdiknas," katanya. 

Dari sisi konten atau materi RUU Sisdiknas, kata Huda, kekhawatiran akan munculnya kastanasisasi pendidikan dengan adanya jalur baru persekolahan mandiri yang dilegitimasi di level UU, ketidakjelasan peran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, polemik penghapusan tunjangan profesi guru harus dijawab secara seksama oleh pemerintah. Menurutnya, kekhawatiran ini bisa jadi karena minimnya dialog antara Kemendikbudristek dengan publik.

"Bisa jadi antara maksud perancang RUU Sisdiknas dengan publik ada gap yang memicu mispersepsi. Maka sekali lagi perlu ruang dialogis yang lebih luas," katanya. 

Politikus PKB ini menegaskan, ruang dialog bagi mereka yang kontra dengan RUU Sisdiknas tidak cukup direspons Kemendikbud Ristek dengan membuat website sosialisasi yang sekaligus berfungsi sebagai penampung keluhan dan masukan publik. Menurutnya, masih perlu ada pertemuan-pertemuan fisik antara pemangku kepentingan pendidikan di Indonesia sehingga mereka bisa berdialog dari hati ke hati terkait format ideal UU Sisdiknas.

"Maka kami berharap Pokja Nasional RUU Sisdiknas ini bisa menjadi ruang dialog para stakeholder pendidikan sehingga revisi RUU Sisdiknas benar-benar merupakan bentuk pertemuan ide, gagasan, dan harapan akan terbentuknya sistem pendidikan nasional terbaik yang kita impikan bersama," ujar Huda.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement