REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melalui Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), pemerintah ingin memperkuat peranan Pancasila. Hal itu dilakukan dalam membentuk cara pandang, sikap, dan karakter generasi penerus bangsa dengan menjadikannya muatan dan mata pelajaran wajib kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
"Usulan menjadikan Pendidikan Pancasila menjadi muatan dan mata pelajaran wajib termuat dalam pasal 81 dan 84 pada naskah RUU Sisdiknas," ujar Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo, dalam siaran pers, Jumat (2/9/2022).
Pada Undang-Undang Sisdiknas yang berlaku saat ini, lanjut Anindito, Pendidikan Pancasila tidak tercantum sebagai muatan maupun mata pelajaran wajib pada kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Selain mengatur adanya mata pelajaran wajib, RUU Sisdiknas juga mencantumkan adanya muatan wajib dalam kurikulum, yaitu matematika, ilmu pengetahuan alam (IPA), ilmu pengetahuan sosial (IPS), seni budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kecakapan hidup, dan muatan lokal.
"Pembelajaran muatan wajib tidak harus dilakukan dalam bentuk mata pelajaran masing-masing, tetapi bisa diorganisasikan secara fleksibel, relevan, dan kontekstual," ungkap Kepala BSKAP.
Dengan demikian, kata dia, satuan pendidikan dapat menghadirkan pembelajaran yang lebih kreatif dan lintas atau multidisiplin. Sejalan dengan visi dan misi Kemendikbudristek untuk mewujudkan SDM unggul yang mencerminkan profil Pelajar Pancasila, semangat gotong royong yang merupakan intisari dari Pancasila dan merupakan salah satu profil Pelajar Pancasila, sangat diapresiasi oleh negara-negara peserta EdWG G20.
"Seperti pesan Mas Menteri, semangat gotong royong hendaknya menjadi penguat komitmen negara-negara di dunia untuk memulihkan pendidikan pascapandemi. Pendidikan yang lebih inklusif dan menyejahterakan," tutur Anindito.
Pakar Hukum dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Kris Wijoyo Soepandji, memberikan respons positif terhadap dijadikannya mata pelajaran Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib bersama dengan Pendidikan Agama dan Bahasa Indonesia.
“Langkah pemerintah memasukkan Pancasila dalam mata pelajaran melalui RUU Sisdiknas patut diapresiasi,” kata Kris.
Masuknya pendidikan Pancasila menjadi mata pelajaran wajib dalam RUU Sisdiknas, lanjut Kris, penting untuk menegaskan identitas nasional. Wujudnya akan tercermin dalam kehidupan bernegara baik dalam sistem hukum maupun kehidupan sehari-hari.
“Ketentuan tersebut akan memiliki dampak positif apabila Pancasila didudukkan kembali sebagai dasar kepribadian nasional karena berasal esensi nilai-nilai peradaban bangsa Indonesia,” terang dia.
Lebih lanjut, Kris juga menjelaskan pentingnya nilai-nilai Pancasila tidak hanya untuk kehidupan bernegara di dalam negeri, tetapi juga untuk menjadi prinsip dalam menentukan sikap geopolitik secara global. Dengan Pancasila, ia meyakini Indonesia tidak akan terbawa arus tetapi dapat memberikan solusi agar kehidupan dunia lebih harmonis.
“Apabila nilai-nilai Pancasila dijaga dan diwujudkan pada tatanan masyarakat, maka bangsa Indonesia memiliki patokan untuk menjaga dinamika di dalam. Sedangkan untuk keluar, Pancasila dapat menjadi prinsip yang ditawarkan bangsa Indonesia bagi dunia,” jelas Kris.
Pemerintah telah resmi mengusulkan RUU Sisdiknas untuk menjadi Program Legislasi (Prolegnas) Prioritas Tambahan Tahun 2022 kepada Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. RUU Sisdiknas akan mengintegrasikan tiga UU terkait pendidikan, yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi ke dalam RUU Sisdiknas.
"Pemerintah serius melibatkan publik dalam penyusunan RUU Sisdiknas. Saran dan masukan pasal per pasal dapat disampaikan melalui laman yang disediakan. Kami akan kumpulkan masukan dari publik dan membahasnya untuk mencapai hasil terbaik," kata Anindito.