REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena 'hujan berlian' diprediksi terjadi di planet es raksasa seperti Neptunus dan Uranus. Mengingat planet es merupakan jenis planet yang paling umum di luar Tata Surya, peneliti menilai hujan berlian juga bisa terjadi di berbagai planet yang ada di seluruh penjuru semesta.
Berbeda dengan hujan yang ada di bumi, 'hujan berlian' tak terjadi di atas permukaan planet. Fenomena ini terjadi sekitar ribuan kilometer di bawah permukaan planet es raksasa.
Ahli fisika dari laboratorium penelitian HZDR, Dominik Kraus, mengungkapkan ada cairan yang padat dan sangat panas di bawah permukaan planet es seperti Uranus dan Neptunus. Tekanan dan suhu yang sangat tinggi lalu membuat hidrogen dan karbon yang ada di sekitarnya berubah menjadi berlian padat.
Berlian padat yang sudah terbentuk secara perlahan akan mengarah ke dalam inti planet yang berbatu. Inti planet yang diperkirakan seukuran bumi tersebut berada pada kedalaman lebih dari 10.000 Km di bawah permukaan.
Fenomena inilah yang kemudian dikenal sebagai hujan berlian. Nantinya, berlian yang jatuh ke inti planet akan membentuk lapisan besar yang membentang hingga ratusan kilometer.
"Atau bahkan lebih," ujar Kraus, seperti dilansir Malay Mail.
Kini, studi terbaru dalam jurnal Science Advances menemukan bahwa 'hujan berlian' mungkin merupakan fenomena yang cukup umum terjadi di berbagai penjuru semesta. Alasannya, jenis planet yang paling banyak ditemukan di luar Tata Surya adalah planet es seperti Neptunus dan Uranus.
Kraus mengatakan berlian yang terbentuk dalam fenomena hujan berlian mungkin tidak sama seperti berlian yang dijadikan perhiasan di bumi. Akan tetapi, berlian pada fenomena 'hujan berlian' terbentuk melalui proses yang sama seperti di bumi.
Untuk mereplikasi proses ini, Kraus dan tim penelitinya menggunakan kombinasi karbon, hidrogen, dan oksigen dari plastik PET. Meski percobaan ini menggunakan plastik PET yang sangat bersih, Kraus mengatakan proses replikasi ini sebenarnya bisa dilakukan dengan menggunakan botol minuman soda.
Dalam proses replikasi ini, tim peneliti menyoroti plastik PET dengan laser optik berkekuatan besar dalam waktu yang sangat singkat. Percobaan ini memungkinkan para peneliti memantau proses terbentuknya berlian nano atau nano diamond.
"Oksigen dalam jumlah besar yang ada di planet-planet tersebut benar-benar membantu menghisap atom hidrogen dari karbon, sehingga lebih mudah bagi berlian untuk terbentuk," jelas Kraus.
Saat ini, berlian nano sudah mulai banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Sebagian di antaranya adalah untuk pengiriman obat, sensor medis, operasi non invasif, serta elektronik kuantum.
Berlian nano biasanya dibuat dengan cara meledakkan sekumpulan karbon atau berlian. Menurut peneiti Benjamin Ofori-Okai, proses replikasi yang dilakukan oleh mereka berpotensi menjadi cara bar dalam menghasilkan berlian nano.
"Proses produksi dengan laser memberikan metode yang lebih bersih dan lebih mudah dikontrol untuk memproduksi berlian nano," kata Ofori-Okai.
Apakah Hujan Berlian Nyata?
Hingga saat ini, fenomena 'hujan berlian' masih berupa hipotesis. Alasannya, belum ada banyak informasi yang diketahui mengenai planet Uranus dan Neptunus.
Salah satu kendalanya adalah jarak planet yang sangat jauh dari bumi. Hanya ada satu pesawat luar angkasa yang pernah terbang melewati kedua planet tersebut, yaitu Voyager 2 milik NASA, pada 1980-an. Data yang dikirimkan dari Voyager 2 masih digunakan oleh para peneliti hingga saat ini.