REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ahmad Suryanto, Widyaiswara di Balai Pelatihan Pertanian Lampung
Pisang merupakan komoditas yang cukup familiar dan banyak dikonsumsi sehari-hari masyarakat Indonesia. Bahkan Wakil Presiden RI, K.H Ma’ruf Amin, pada kesempatan panen pisang cavendish dalam rangka program pengembangan hortikultura berorientasi ekspor di Ponorogo, Rabu, 30 Maret 2022, menyebut pisang sebagai buah yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia (https://lontar.id).
Dari data Produksi Buah-Buahan Indonesia yang setiap tahun dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), pisang selalu menempati nomor wahid sebagai buah yang paling besar jumlah produksinya. Pada tahun 2021 misalnya produksi pisang Indonesia mencapai 8,74 ton, dan ini tonasenya jauh melampaui buah-buah lain yang diproduksi di tanah air.
Dari jumlah tersebut yang dikonsumsi rumah tangga adalah mencapai 2,39 juta ton. Dengan perhitungan kasar berdasarkan patokan jumlah penduduk hasil sensus 2020, penulis memperkirakan konsumsi pisang kita saat ini dikisaran angka 8,5 kg per kapita per tahun.
Jika mengacu pada data di atas, maka bisa disimpulkan bahwa konsumsi pisang kita relatif masih rendah.
Jika diasumsikan 1 buah pisang yang kita konsumsi berbobot 80-100 gram maka per 5 hari Indonesia baru makan 1 buah pisang. Ini juga selaras dengan data sesuai yang dikeluarkan oleh BPS bahwa konsumsi pisang masyarakat pedesaan tercatat 119 gram per kapita per minggu dan di perkotaan sebanyak 104 gram per kapita per minggu.
Data-data di atas selaras dengan kenyataan sehari-hari di lapangan, yaitu bahwa konsumsi pisang di tengah-tengah masyarakat kita memang belum membudaya secara luas. Ini diametral dengan potensi manfaat dan kebaikan yang sedemikian besar di dalam buah pisang. Selain itu pisang merupakan buah yang bisa tersedia secara melimpah dengan harga murah.
Berdasarkan paparan di atas, penulis berkeyakinan bahwa peluang untuk meningkatkan kapasitas pasar atau konsumsi masyarakat terhadap pisang masih terbuka lebar.Dalam konteks inilah, para petani milenial seharusnya bisa memanfaatkan peluang dengan sebaik-baiknya.
Tulisan ini ingin memberikan gambaran mengenai bagaimana langkah-langkah strategis sekaligus taktis agar peluang agribisnis pisang bisa diraih oleh para petani milenial.
Re-branding Pisang
Patut diduga, salah satu sebab masyarakat kita masih belum maksimal dalam mengkonsumsi pisang dalam kehidupan sehari-hari adalah karena belum banyak yang memahami bahwa mengkonsumsi pisang itu sangat penting untuk kesehatan dan kebugaran guna menunjang aktivitas sehari-hari.
Untuk memotret perspektif konsumen terhadap pisang memang diperlukan survei dan kajian yang lebih mendalam. Namun, penulis berkeyakinan bahwa asumsi ketidakpahaman inilah salah satu penyebab minat masyarakat untuk mengkonsumsi pisang rendah.
Disinilah peluang bagi milenial untuk melakukan edukasi dan re-branding terhadap pisang. Perlu dibangun narasi bahwa mengkonsumsi pisang itu akan lebih menaikkan nilai seseorang. Perlu dibangun kampanye bahwa mengkonsumsi pisang akan membuat seseorang lebih cerdas, lebih bugar, lebih bersinar.
Jika digali secara serius testimoni tentang manfaat pisang bisa ditemukan dimana-mana. Satu contoh misalnya, mungkin belum banyak yang tahu kalau para olahragawan umumnya menjadikan pisang sebagai salah satu makanan wajib untuk menjaga stamina.
Salah satu yang beberapa waktu sempat menjadi perhatian publik adalah Jonatan Christie, pebulu tangkis Indonesia yang terlihat memakan pisang di tengah pergantian babak sebelum akhirnya berhasil menjuarai Kejuaraan Bulu Tangkis Dunia di Basel Swiss.
Untuk menggali lebih dalam tentang manfaat pisang ini, mungkin ada baiknya jika dilakukan penelitian tentang hubungan antara prestasi seseorang dengan kebiasaannya mengkonsumsi pisang. Dalam survei kecil-kecilan terhadap beberapa saudara dan kolega yang selama ini penulis kenal cerdas dan berprestasi, mereka ini adalah penghobi makan pisang dalam kesehariannya.
Seperti dilansir dari laman Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Keseahatan RI, mengkonsumsi pisang itu mendatangkan berbagai manfaat di antaranya kandungan kalium yang membantu mencegah hipertensi, kandungan karbohidratnya yang mudah diserap menjadi energi, tinggi vitamin A, kaya magnesium dan berbagai mineral untuk menjaga kebugaran, potasiumnya memperlancar sirkulasi darah di otak, seratnya yang tinggi meyehatkan pencernaan, kandungan vitamin B6 untuk meningkatkan kekebalan tubuh, zat besi mengatasi anemia, kandungan Mangan juga diidentifikasi menguatkan tulang, dan berbagai manfaat lainnya (http://p2ptm.kemkes.go.id).
Berbagai manfaat dan kebaikan yang terkandung dalam pisang ini merupakan sebuah modal besar bagi kita melakukan re-branding. Melalui media sosial dan teknik digital marketing edukasi tentang manfaat pisang ini bisa dimasifkan untuk menjadi pendorong orang mengkonsumsi pisang.
Intinya, bagi milenial yang ingin terjun ke bisnis pisang, re-branding ini harus dikerjakan secara serius sebagai langkah awal menciptakan ceruk pasar. Sisi marketing ini adalah salah satu klaster kegiatan yang bisa digarap milenial.
Sebagai ilustrasi penguat, salah satu ceruk market yang berpeluang kita bidik adalah segmen anak-anak sekolah. Pisang berpeluang menjadi salah satu menu bekal yang dibawa ke sekolah. Berapa banyak anak sekolah dari TK hingga SMA di wilayah kita. Kalau sekian persen saja mereka setiap hari membawa bekal ke sekolah satu atau dua buah saja, sudah berapa banyak konsumen yang akan menjadi pembeli pisang kita.
Mengenai teknik komunkasi dan edukasi pasar, dalam konteks ini, akan dibahas terpisah di waktu lain.
Upgrade Jaminan Keamanan dan Mutu
Berikutnya, bagi milenial yang serius ingin menggeluti bisnis pisang, langkah yang harus perhatikan adalah mengenai perlunya jaminan mutu dan keamanan pangan pada produk pisang kita. Ini akan menjadi nilai lebih untuk menjaga loyalitas konsumen. Ini pula yang akan membedakan produk kita dibandingkan produk yang selama ini banyak dijajakan di pinggir jalan.
Pisang yang bermutu dengan bentuk dan warna yang menarik, serta aman dikonsumsi memerlukan penanganan yang baik selama proses budidaya hingga pascapanen dan distribusinya. Dalam hal ini diperlukan keahlian khusus menangani berbagai perlakuan dalam proses-proses yang harus dilalui. Berbagai standar operasional dan sertifikasi mungkin diperlukan dalam hal ini. Para petani milenial yang akan terjun ke usaha pisang haruslah menguasai teknis-teknis ini.
Mengorganisir Petani
Para milenial yang berminat menggarap bisnis pisang boleh jadi bukalah petani yang memiliki lahan. Oleh karena itu peran mereka justru diperlukan untuk bisa mengorganisir petani yang memiliki lahan untuk bisa memproduksi pisang sesuai standar mutu yang telah ditentukan.
Sebagaimana kita ketahui, petani kita umumnya membudidayakan pisang dalam skala yang tidak besar bahkan hanya sebagai sampingan saja. Jika memang demikian halnya, maka untuk bisa memasok pasar secara luas dan berkelanjutan diperlukan peran pengorganisir yang bisa menjadi penjamin mutu, pengumpul dan menjembatani para petani dengan pasar. Ini merupakan peran strategis yang sangat diharapkan dari para milenial.
Ketiganya harus dikolaborasikan. Bisa terpisah secara manajemen, atau kolaborasi dalam satu manajemen
Kolaborasi Antarmilenial
Melihat potensi besar untuk menggarap agribisnis pisang di atas, maka akan sangat baik jika ada kolaborasi antarmilenial. Ada yang fokus ke edukasi konsumen, branding dan marketing. Ada yang fokus ke sisi mengorganisir produksi. Ada pula yang fokus pada distribusi dan pergudangan. Kalau antar sistem rantai itu bisa saling kolaborasi, bahkan jika perlu dengan membentuk usaha bersama dalam satu manajemen, ini tentu akan menjadi kolaborasi para petani milenial yang bagus.
Wallahu a’lam