Oleh : Andi Nur Aminah, Jurnalis Republika
REPUBLIKA.CO.ID, Selain dijuluki 'kota hujan', Kota Bogor juga lekat dengan predikat 'kota sejuta angkot'. Mengapa demikian?
Di kota tersebut, ada terlalu banyak jenis angkot. Trayeknya pun kurang kurang efektif sehingga dalam satu trayek atau rute, bisa saja dilewati oleh lebih dari empat jenis angkot.
Kondisi tersebut, diperparah lagi dengan kapasitas jalan tidak memadai. Pertumbuhan jumlah angkot sangat tidak seimbang dengan pembangunan fasilitas jalan. Lalu, ditambah pula dengan perilaku tidak disiplin dalam berkendara.
Sopir-sopir angkot yang kerap kali ngetem di tepi jalan utama. Lalu tata kota yang buruk membuat banyak wilayah yang dikonversi fungsi kawasan permukiman menjadi pusat komersial.
Maka tak heran, kemacetan terjadi setiap hari, bukan hanya pada jam-jam sibuk dan di lokasi strategis. Namun kondisi ini hampir terjadi setiap jam dan di seluruh sudut kota. Bayangkan, ada kawasan yang jika berhitung jarak hanya sekitar lima hingga tujuh kilometer saja, namun waktu tempuhnya bisa mencapai satu jam.
Kawasan pusat bisnis baru di Jalan Pajajaran hingga Jalan Siliwangi, dan Jalan Suryakencana misalnhya, kecepatan kendaraan hanya bisa mencapai 10 kilometer per jam pada jam-jam sibuk dan akhir pekan.
Kian masifnya angkot-angkot di Kota Bogor tentu sangat berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk kota Bogor yang juga terus meningkat. Transportasi publik yang cepat dan murah sudah pasti dibutuhkan demi menunjang aktivitas masyarakat. Namun sebetulnya, karena angkot hanya bisa mengangkut setidaknya 12 penumpang, maka angkot tak bisa digolongkan sebagai transportasi massal.
Maka kemudian Pemkot Bogor kini telah mengoperasikan kendaraan transportasi masal sesungguhnya yakni Biskita Transpakuan. Ini adalah upaya Pemkot Bogor dalam melakukan penataan transportasi.
Dalam target jangka panjang, angkot-angkot nantinya ditiadakan di pusat kota dan digantikan Biskita Transpakuan. Bahkan, telah dirancang pula sistem perkeretaapian perkotaan berupa trem.
Wali Kota Bogor Bima Arya menyebut, angkot nantinya akan jadi feeder saja di batas pinggiran kota. Angkot tak akan ada lagi yang wara-wiri di pusat kota.
Bima menegaskan, perencanaan dan pengembangan trem baru dilakukan pada satu koridor. Dan nantinya, akan ada empat koridor trem yang beroperasi di Kota Bogor.
Rencana pegembangan trem tersebut memang masih perencanaan dan akan menempuh jangka waktu yang panjang. Setidaknya, kata Bima, masih 15 tahun ke depan. Namun harus dilakukan dari sekarang. Dia belajar dari proyek Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta yang membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga akhirnya bisa terealisasi sekarang.
“Jadi di masa depan, pusat kota Bogor tidak ada angkot lagi. Angkot menjadi feeder saja di wilayah pinggiran kota, kemudian Biskita Transpakuan menjadi transporasi utama, akan terus ditambah. Begitu juga trem,” ujarnya.
Lantas, jika angkot-angkot tak lagi beredar di pusat Kota Bogor dan hanya beroperasi di batas pinggiran kota saja, apakah itu tidak berarti memindahkan lokasi kemacetan saja? Ketua Organda Kota Bogor, Moch Ishack juga bersuara sah-sah saja Pemkot Bogor ingin melakukan penataan transportasi. Namun, Pemkot Bogor tetap harus memikirkan pengusaha angkot. Dia berharap yang dilakukan adalah penataan tapi bukan penghapusan angkot.