Kamis 08 Sep 2022 09:05 WIB

Wanita Ini Mampu Deteksi Parkinson Lewat Bau, Langsung 'Digandeng' Peneliti

Joy Milne punya kondisi langka yang membuatnya sangat sensitif terhadap bau.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Penyakit parkinson. Wanita asal Skotlandia, Joy Milne, memiliki kondisi langka yang membuatnya mampu mendeteksi penyakit parkinson lewat aroma. (ilustrasi)
Foto: care2
Penyakit parkinson. Wanita asal Skotlandia, Joy Milne, memiliki kondisi langka yang membuatnya mampu mendeteksi penyakit parkinson lewat aroma. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wanita asal Skotlandia, Joy Milne, memiliki kondisi langka yang membuatnya mampu mendeteksi penyakit parkinson lewat aroma. Kemampuan ini menginspirasi peneliti untuk mengembangkan metode pengetesan baru untuk penyakit parkinson.

Kasus pertama yang berhasil dideteksi oleh Milne adalah kasus penyakit parkinson yang menimpa mendiang suaminya sendiri. Sekitar 12 tahun sebelum sang suami terdiagnosis dengan penyakit parkinson, Milne merasakan ada aroma yang berbeda dari tubuh suaminya.

Baca Juga

Menurut wanita yang kini berusia 72 tahun tersebut, aroma yang tercium dari tubuh sang suami mirip seperti bau musky. Milne bisa mencium aroma ini karena dia memiliki kondisi langka yang membuatnya sangat sensitif terhadap bau.

Menyadari hal ini, Milne dan mendiang suaminya yang merupakan mantan dokter, menghubungi peneliti dr Tilo Kunath dari University of Edinburgh pada 2012. Keduanya meminta bantuan dr Kunath untuk meneliti hubungan antara aroma tubuh dengan penyakit parkinson.

Dr Kunath lalu menggandeng Prof Perdita Barran dari University of Manchester untuk memeriksa kemampuan Milne dalam mendeteksi penyakit parkinson lewat aroma tubuh. Mulanya, Milne diminta untuk mencium aroma berbagai kaus yang sebelumnya dipakai oleh beragam partisipan. Sebagian partisipan merupakan pasien penyakit parkinson dan sebagian lainnya merupakan orang-orang yang tak mengidap penyakit tersebut.

Setelah mengendus seluruh kaus, Milne bisa mengenali dengan tepat semua kaus yang digunakan oleh para pasien penyakit parkinson. Milne juga menemukan satu kaus milik partisipan sehat yang mengeluarkan aroma seperti penyakit parkinson. Sekitar delapan bulan setelahnya, pemilik kaus tersebut benar-benar terdiagnosis dengan penyakit parkinson.

Melihat hal ini, tim peneliti berpendapat bahwa aroma khas pasien penyakit parkinson yang dicium oleh Milne disebabkan oleh perubahan zat kimia pada sebum di kulit pasien. Perubahan zat kimia ini kemungkinan dipicu oleh penyakit parkinson.

Berdasarkan temuan ini, tim peneliti melakukan studi untuk mengembangkan metode tes swab kulit yang dapat mendeteksi penyakit Parkinson. Swab kulit ini cukup dilakukan dengan menggunakan cotton bud biasa di bagian leher belakang pasien.

Nantinya, sampel sebum yang ada pada cotton bud akan diperiksa lebih lanjut menggunakan mass spectrometry. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya molekul yang berkaitan dengan penyakit parkinson dalam sampel sebum tersebut.

Menurut sebuah studi pada 2019, pasien penyakit parkinson memiliki beberapa molekul khas yang tak dimiliki oleh orang lain. Molekul ini bisa didapatkan melalui tes swab. Temuan ini yang sekarang menjadi dasar bagi tim peneliti untuk mengembangkan tes swab penyakit parkinson.

Tim peneliti mengungkapkan, studi yang mereka lakukan untuk mengembangkan tes tersebut masih berada pada tahap awal. Akan tetapi, tim peneliti berharap mereka bisa dengan cepat menghadirkan metode tes untuk mendeteksi penyakit parkinson lebih dini.

Seperti diketahui, hingga saat ini belum ada tes definitif untuk penyakit parkinson. Diagnosis penyakit parkinson biasanya ditegakkan berdasarkan gejala dan riwayat medis dari pasien. Minimnya metode pengetesan membuat diagnosis penyakit Parkinson kerap terlambat ditegakkan.

Menurut Milne, sangat tidak adil bagi para pasien bila penyakit parkinson mereka baru terdeteksi setelah banyak kerusakan neurologis yang terjadi. Milne menilai penyakit parkinson peru dideteksi lebih dini agar pasien bisa mendapatkan pengobatan yang lebih efisien dan kualitas hidup yang lebih optimal.

Menurut Mayo Clinic, penyakit parkinson merupakan gangguan progresif yang memengaruhi sistem saraf dan berbagai bagian tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Penderita penyakit parkinson bisa mengalami beberapa gejala seperti tremor, pergerakan melambat, otot kaku, gangguan pada postur dan keseimbangan, kehilangan kemampuan pergerakan otomatis seperti berkedip atau mengayunkan tangan saat berjalan, perubahan kemampuan bicara, serta perubahan kemampuan menulis.

"Untuk saat ini, belum ada obat untuk menyembuhkan parkinson," ujar Profesor Perdita Barran dari University of Manchester.

Meski begitu, ada obat-obatan yang bisa membantu meringankan gejala penyakit parkinson. Ada pula intervensi non farmasi yang bisa membantu, seperti latihan pergerakan khusus dan memperbaiki pola makan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement