REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Herbal asal Indonesia disebut mempunyai potensi besar diantara negara-negara produsen herbal lainnya. Meski demikian, herbal nasional saat ini masih tertinggal di percaturan industri herbal dunia.
Ketua Dewan Syura Asosiasi Pengusaha Herbal Muslim Indonesia (APHMI) Aviv Vivarullah menjelaskan, omzet industri herbal Indonesia pada 2020 mencapai Rp 20 Triliun. Menurut Aviv, pemasaran herbal nasional berada di peringkat ke-19 dunia. Dia menjelaskan, posisi nomor wahid masih dipegang oleh Cina. Sementara itu, India dan Korea Selatan berada di posisi nomor dua dan tiga. “Artinya, Indonesia hanya menyumbang 1 persen dari omzet jamu global,”ujar Aviv saat memberi sambutan dalam Deklarasi APHMI Jabar 2 di Depok, Jawa Barat, Selasa (13/9).
Aviv menjelaskan, total omzet obat-obatan herbal, termasuk jamu dan suplemen mencapai 138 miliar dolar AS atau setara dengan 138 miliar dolar AS. Jika dirupiahkan, dia menjelaskan, nilainya sebanding dengan 1932 triliun. “Ini melebih belanja RI yang mencapai Rp 1.647 triliun,”jelas dia.
Menurut Aviv, Indonesia memiliki 33 ribu dari 45 ribu tanaman penghasil herbal dunia. Dengan potensi sebesar itu, ujar dia, jumlah produsen herbal di Indonesia terbilang masih sedikit. Dia menjelaskan, saat ini baru ada 1.200 pelaku industri herbal resmi yang tercatat sebagai pengusaha herbal. Meski demikian, jumlah produsen yang tidak tercatat memang bisa jauh lebih banyak.
“Saat ini di Indonesia ada 1.200 pelaku industri herbal resmi. Sementara di Cina 420 ribu perusahaan herbal. Ini kan jumlahnya 350 kali,”jelas dia.
Dia menjelaskan, potensi besar herbal Indonesia harus dikembangkan. Terlebih, ujar dia, omzet herbal dunia diprediksi akan jauh melonjak pada 2026. Menurut Aviv, jumlahnya bisa mencapai lebih dari tiga ribu triliun rupiah. “Diperkirakan ada 80 persen populasi dunia akan beralih ke herbal,”jelas dia.
Untuk itu, Aviv meminta para pengusaha herbal yang tergabung di APHMI menangkap peluang tersebut. Dia menjelaskan, para pengusaha herbal perlu memiliki strategi dan perencanaan yang kuat sehingga tidak kehilangan kesempatan. Menurut dia, APHMI juga butuh pendataan seperti target omzet dan jumlah anggota demi ketertiban administrasi.
Ketua Umum APHMI Warsono menjelaskan, APHMI sudah berdiri sejak 2013. Menurut dia, APHMI sudah memiliki banyak pengurus wilayah terutama di Pulau Jawa. “Sebentar lagi di Makassar di Sulawesi Barat. Sumatra di Lampung. Sekarang masih tertumpu di Jawa,”jelas dia.
Menurut Warsono, data pengusaha APHMI sementara baru tercatat 600 orang. Meski demikian, dia memprediksi anggotanya sudah berada di angka ribuan mengingat pendataan terbaru belum dilakukan sementara jumlah anggota yang mendaftar terus bertambah. Warsono pun menjelaskan, rata-rata anggota APHMI sudah memiliki izin BPOM.
“Harapan kita ingin menciptakan pengusaha herbal kelas dunia. Artinya kita ingin pengusaha kecil sekarang sudah tumbuh besar. Kami berharap besarnya APHMI ke depan berbarengan dengan ilmu,”jelas dia.
Warsono menjelaskan, pengusaha yang tergabung dalam APHMI diharapkan mengikuti regulasi pemerintah. Sebagai pengusaha Muslim, ujar Warsono, jangan sampai produk herbal yang dihasilkan menghasilkan mudharat bagi konsumen. Untuk itu, Warsono meminta agar segenap stakeholder di kementerian dan lembaga bisa membina pengusaha herbal sehingga mereka bisa teredukasi dan mengikuti aturan main yang ada.
Dia pun berharap besarnya potensi herbal di Indonesia bisa dimanfaatkan dengan baik. Terlebih, ujar dia, ekonomi negara sedang sulit. “Kondisi sedang susah. Mari kita bersama membantu negara kita sehingga dengan produk kita, masyarakat kita bisa saling bantu,”jelas dia.