REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkapkan beberapa alasan masih adanya seleksi masuk perguruan tinggi negeri jalur mandiri. Selain karena amanat undang-undang (UU), jalur tersebut dipertahankan untuk mengakomodasi keragaman perguruan tinggi dan mengakomodasi kepentingan pembangunan sumber daya manusia (SDM) di seluruh daerah.
"Alasan nomor satu, itu amanat UU. Jadi UU Dikti itu memang mengamanatkan ada seleksi mandiri yang dilakukan oleh perguruan tinggi. Jadi itu alasan yang utama, nomor satu," jelas Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam, saat ditemui di Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Alasan berikutnya, kata dia, berkaitan dengan keragaman perguruan-perguruan tinggi di Indonesia yang sangat luas. Menurut Nizam, keragaman tersebut membuat adanya banyak aspek yang tidak dapat diakomodasi oleh seleksi secara nasional seperti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi dan Seleksi Nasional Berdasarkan Tes.
Nizam memberikan contoh kasus soal kesempatan putra daerah untuk berkuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) di daerahnya sendiri. Apabila mereka harus mengikuti seleksi secara nasional, yang mana saingannya betul-betul dari seluruh daerah di Indonesia, maka yang akan mengisi perguruan tinggi di daerah mereka adalah orang-orang dari luar provinsi.
"Padahal kita menghadirkan perguruan tinggi negeri di banyak provinsi, di seluruh provinsi itu untuk membangun SDM di seluruh tempat. Seleksi mandiri itu memberi ruang untuk keragaman daerah tadi. Mengakomodasi kepentingan pengembangan SDM di daerah," kata Nizam.
Nizam mengatakan, masih ada hal lain yang memang mengharuskan jalur mandiri tetap ada. Dia juga mengeklaim, ketika pihaknya berkonsultasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga antirasuah itu pun menilai jalur mandiri memang masih dibutuhkan. Kasus yang terjadi di Universitas Negeri Lampung (Unila), kata dia, adalah kasus yang sifatnya perorangan dan meminta agar tidak digeneralisasi.
"Tugas kita ke depan adalah memastikan kasus seperti Unila tidak terjadi lagi. Saat ini juga inspektorat jenderal melakukan review, pendalaman ke seluruh perguruan tinggi agar kasus Unila ini betul-betul kasus terakhir," terang dia.
Sebelumnya, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyesalkan seleksi masuk PTN jalur mandiri tetap dibuka. Semestinya, kata dia, jika memang betul-betul transparan dan akuntabel, maka cukup dengan seleksi bersama saja, tidak perlu ada seleksi mandiri.
"Saya menyesalkan karena jalur mandiri tetap dibuka. Mestinya jalur ini dihapus. Cukup dengan seleksi bersama tidak perlu lagi ada jalur mandiri," ujar Ubaid lewat pesan singkat, Ahad (11/9/2022).
Menurut dia, seleksi bersama di dua jalur lainnya sebenarnya sudah cukup jika memang ingin seleksi masuk PTN transparan dan akuntabel. Ubaid menilai, dengan masih adanya jalur mandiri menunjukkan masih adanya sesuatu yang ditutup-tutupi dan tidak transparan. "Untuk apa masih perlu jalur mandiri jika itu bisa dilakukan melalui seleksi bersama, ini kecurigaan publik soal ada udang dibalik batu, ada uang di balik bangku," jelas dia.