REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kenaikan harga BBM yang digulirkan pemerintah telah membuka peluang bagi industri kendaraan bermotor listrik di Tanah Air untuk bangkit. Meski untuk meraih pasar dalam jumlah signifikan masih membutuhkan waktu.
Untuk membesarkan pasar kendaraan bermotor listrik memang tidaklah mudah. Sejumlah tantangan masih harus diatasi. Seperti kelangkaan perangkat semi konduktor dan baterai yang sebagian besar masih diimpor, hingga tersedianya sarana infrastruktur penunjang seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Selain itu, masalah daya beli masyarakat juga menjadi persoalan karena mayoritas masyarakat daya belinya baru berada di kisaran harga Rp 300 jutaan ke bawah. " Kalau kendaraan listrik bisa dijual dengan harga Rp 300 juta ke bawah akan banyak peminatnya," kata Kukuh Kumara, Sekum Gaikindo di sela diskusi Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Perekonomian Nasional yang digelar Forum Wartawan Otomotif (Forwot) Indonesia, Kamis (15/9/2022).
Menurutnya animo masyarakat untuk memiliki kendaraan listrik cukup besar. Hal itu terlihat dari ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) yang digelar di Surabaya banyak masyarakat yang ingin mencoba kendaraan listrik. Namun, hal itu harus didukung dengan sarana bahan baku dan kebijakan pamerintah yang sepenuhnya mendukung pengembangan industri kendaraan listrik di Tanah Air. "Secara alamiah pasar akan tumbuh dengan sendirinya," katanya.
Sedangkan kenaikan harga BBM dinilai tidak berdampak banyak bagi industri kendaraan bermotor. Itu terbukti dari kenaikan BBM yang terjadi selama ini tidak berpengaruh banyak terhadap animo masyarakat untuk membeli kendaraan bermotor. Hanya saja animo masyarakat tersebut menurun ketika terjadi pandemi Covid-19 yang memaksa terhentinya mobilitas masyarakat. Aktivitas hanya dilakukan di rumah sehingga penggunaan kendaraan bermotor berkurang."Subsidi harus dialokasikan ke kegiatan yang produktif bukan konsumtif," kata Esther Sri Astuti, Program Director Indef.
Esther juga menilai langkah pemerintah terhadap kendaraan listrik harus diikuti langkah kongkrit lainnya. Sepertri insentif fiskal dan moneter terkait kendaraan listrik. Baik bagi industri maupun konsumen seperti keringanan pajak tahunan maupun penjualan, suku cadang dan sebagainya. Selain itu juga perlu dibangun fasilitas pendukung seperti SPKLU kendaraan bermotor listrik, suku cadang hingga baterai kendaraan listrik yang harganya masih sangat mahal. "Sehingga terjadi shifting consumer behavior ke kendaraan listrik, mereka akan convert dengan sendirinya," kata Esther.
Apalagi pengguna sepeda motor yang dianggap memberikan sumbangan polusi udara juga tidak bisa merubah kebiasaannya dalam waktu cepat. Guna mendukung kecepatan mobilitas di perkotaan yang hemat waktu dan bahan bakar hanya sepeda motor. Apalagi dengan harga yang terjangkau kendaraan roda dua menjadi primadona di Tanah Air.
Proyeksi penjualan sepeda motor kini telah mencapai 3,1 juta dan hingga akhir tahun ini diharapkan target 5,1-5,4 juta tercapai. Tren motor paling laku 10 tahun terakhir, 88 persen skuter matik yang mulai diproduksi 2002. Pihak Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mendukung konversi ke kendaraan listrik, meski hal itu membutuhkan waktu dan perhitungan yang cermat. "Masalah yang dihadapi bukan menjadi ketakutan tapi harus dicarikan solusinya," kata Hari Budianto Sekum AISI.