REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar satu dari sepuluh pasangan berselisih setiap hari karena masalah pembersihan atau perselisihan pekerjaan rumah tangga. Hal itu dinilai bisa berdampak buruk, bahkan mengakhiri hubungan lebih dari setengahnya.
Membiarkan lampu menyala di sekitar rumah, membiarkan dudukan toilet terbuka, dan tidak menaruh piring kotor pada tempatnya adalah hal utama yang menyebabkan pertengkaran rumah tangga. Faktanya, lebih dari sepertiga (39 persen) pasangan percaya, pertengkaran mereka timbul dari masalah seputar pembersihan atau pekerjaan rumah tangga.
Hal itu termasuk tidak membersihkan debu dengan benar, tidak merapikan tempat tidur, dan meninggalkan piring kotor di wastafel. Lebih dari satu dari 10 (13 persen) pasangat bentrok setiap hari karena tugas-tugas rumah tangga, dengan seperempat (24 persen) marah ketika pasangan mereka memulai pekerjaan rumah, tetapi tidak menyelesaikannya.
Sebanyak enam dari 10 (59 persen) dari 2.000 orang dewasa yang disurvei, mengakui bahwa perselisihan bisa menjadi sangat buruk sehingga menyebabkan kehancuran total dalam hubungan. Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa stereotip gender masih jauh dari masa lalu, karena lebih dari separuh wanita (54 persen) percaya bahwa mereka masih melakukan sebagian besar pekerjaan rumah tangga.
Mengejutkan bahwa pada 2022 masih terlihat perbedaan dalam pembagian tugas bersih-bersih dan pekerjaan rumah. Raphaela Kohs, pengacara di Lawrence Stephens, Raphaela Kohs, mengatakan pembersihan dan pekerjaan rumah mungkin tampak seperti hal-hal sepele untuk diperdebatkan di permukaan. Namun itu mewakili sesuatu yang jauh lebih besar yaitu ketidaksetaraan.
“Cara paling sederhana untuk menyelesaikan masalah dan menghindari konflik yang timbul adalah dengan mengatasi masalah ini ketika Anda mulai hidup bersama, dan dengan membagi tugas rumah tangga secara adil dan transparan,” kata dia seperti dikutip dari laman Mirror, Kamis (15/9/2022).
Studi ini juga menemukan 45 persen wanita mengatakan tugas rumah tangga dibagi secara tidak proporsional dibandingkan dengan hanya sepertiga pria (34 persen) yang mengatakan hal sama. Sebanyak 39 persen wanita yang mengeklaim ketidakseimbangan ini meningkat selama pandemi. Mereka mengatakan itu belum seimbang sejak beradaptasi dengan kehidupan pasca-lockdown.
Penelitian yang dilakukan melalui OnePoll ini menemukan bahwa 41 persen merasa frustrasi dengan pembagian tugas rumah tangga karena menjadi masalah “keadilan”. Juru bicara metode penelitian mengatakan pembuatan clean up pre-nup diharapkan mengatasi stereotip gender ini sekaligus mengurangi perselisihan tugas. Dengan begitu, rumah tangga dapat berjalan dalam kebahagiaan, dan menemukan kegembiraan dalam menjaga rumah mereka.
CEO amal kesetaraan gender Fawcett Society, Jemima Olchawski, mengatakan diperlukan dorongan dan menantang norma gender yang melihat perempuan dibiarkan bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga. Hal itu berarti lebih banyak laki-laki mengambil bagian yang adil.