Ahad 18 Sep 2022 14:11 WIB

Wacana Hapus 450 VA dan Main-Main dengan Perut Rakyat Miskin

Masyarakat yan terpukul kenaikan BBM akan terpukul lagi dengan penghapusan 450 VA.

Petugas PLN mengecek meteran listrik yang dipasang di salah satu unit rumah yang dibangun khusus bagi korban bencana alam badai siklon seroja di perumahan Seroja di Kelurahan Manulai II, Kota Kupang, NTT, Rabu (23/3/2022).Pemerintah melalui Kementerian PUPR membangun 173 unit rumah bagi korban bencana siklon tropis seroja yang kini sudah 100 persen selesai pengerjaannya.
Foto: Antara/Kornelis Kaha
Petugas PLN mengecek meteran listrik yang dipasang di salah satu unit rumah yang dibangun khusus bagi korban bencana alam badai siklon seroja di perumahan Seroja di Kelurahan Manulai II, Kota Kupang, NTT, Rabu (23/3/2022).Pemerintah melalui Kementerian PUPR membangun 173 unit rumah bagi korban bencana siklon tropis seroja yang kini sudah 100 persen selesai pengerjaannya.

Oleh : Ichsan Emrald Alamsyah, Redaktur Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa waktu lalu, ada usul yang tampaknya sepele namun bisa membakar amarah masyarakat, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah. Khususnya setelah Pemerintah memangkas atau dalam bahasa birokrasi menyesuaikan subsidi untuk bahan bakar minyak bersubsidi.

Setelah heboh penyesuaian subsidi yang berakibat kenaikan harga BBM, Dewan Perwakilan Rakyat sempat melontarkan rencana untuk menata subsidi listrik pada kalangan 450 VA atau menghapus golongan listrik 450 VA.

Hal ini pun dibenarkan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah. Dalam rapat tersebut diputuskan pagu anggaran subsidi listrik 2023 sebesar Rp 72,58 triliun dengan asumsi dolar Rp 14.800 dan ICP 90 dolar AS per barel.

Di tengah rapat mencuat rencana penataan ulang subsidi listrik. Ia pun mengutarakan bahwa subsidi listrik harus ditata ulang agar lebih tepat sasaran. Khususnya untuk pelanggan 450 VA perlu dipetakan ulang, mengingat saat ini ada sekitar 24 juta pelanggan listrik yang berada di daya 450 VA, dan ia menilai tidak tepat sasaran.

"Hanya 9,55 juta yang masuk data terpadu kementerian sosial. Sedangkan 14,75 juta pelanggan ini tidak masuk DTKS," ujar Said saat dikonfirmasi Republika, Rabu (14/9).

Data ini menurut dia, berasal dari pemutakhiran data milik Perusahaan Listrik Negara (PLN). Data itu pula yang jadi alasan DPR untuk mengajukan penataan ulang subsidi listrik.

Atas dasar itu Said pun meminta PLN melakukan penilaian ulang dan meminta satu-satunya perusahaan listrik itu untuk mendorong masyarakat bergeser dari 450 VA ke 900 VA. Walau pada saat yang sama DPR meminta penataan ulang subsidi listrik dilakukan bertahap.

Berdasarkan data Kementerian ESDM subsidi listrik memang dinikmati sebagian besar pelanggan rumahh tangga 450 VA dan 900 VA dalam DTKS. Saat ini dari 14,8 juta pelanggan 450 VA non DTKS, yang telah disurvei sebanyak 12,2 juta ada sekitar 49,9 persen yang dinilai tidak tepat sasaran. Angka 49,9 persen inilah yang mungkin disebut anggota DPR layak untuk migrasi.

Sementara dari Pemerintah, atau Kementerian ESDM, membantah jika perbaikan tata kelola subsidi listrik ini disebut sebagai penghapusan golongan pelanggan 450 VA secara massal. Plh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Dadan Kusdiana menegaskan bahwa ke depan subsidi harus semakin tepat sasaran, termasuk untuk kelompok 450 VA.

Bahkan ia menambahkan bahwa hingga kini pemerintah masih mengalokasikan anggaran untuk subsidi listrik kelompok 450 VA. Begitu juga dengan anggaran subsidi listrik di 2023 dimana menurutnya tidak berkurang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan anggaran sudah ditetapkan dalam RAPBN 2023 sebesar Rp 72,6 triliun. Adapun anggaran ini termasuk sebagian pelanggan 900 VA yang masuk dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) Kementerian Sosial.

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, kebijakan menghapus pelanggan liatrik 450 VA menjadi golongan 900 VA tidak tepat. Alasannya, masih banyak golongan yang hanya memerlukan 450 VA, bahkan kurang.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta pembatasan dilakukan dalam hal pemakaian, misalnya hanya 60 kWh per bulan. Bila lebih dari 60 kWh makan dikenakan tarif subsidi. Sebab, kata dia, konsep subsidi listrik bersifat gelondongan berdasar golongan VA-nya memang tidak adil. Ia menilai, kelebihan over supply listrik PLN tidak fair dan tidak akan terserap, jika dibebankan pada konsumen rumah tangga. Over supply listrik PLN, kata dia, seharusnya diserap oleh sektor industri dan bisnis, bukan rumah tangga. 
 
Main-main dengan perut rakyat miskin
 
Bagi penulis mewacanakan penghilangan golongan listrik terbawah ketika terjadi efek domino akibat kenaikan BBM ini seperti bermain-main dengan perut rakyat miskin.
Alasannya sederhana, dari sisi si pengguna, kenaikan golongan memang memungkinkan untuk meningkatkan penggunaan listrik. Akan tetapi pada saat yang sama, pengeluaran mereka juga meningkat.
 
Apalagi, masyarakat berpenghasilan rendah baru saja dihantam kenaikan harga BBM. Dimana menurut beberapa pengamat kenaikan ini bisa mendorong pertumbuhan orang miskin baru.
Penghapusan golongan 450 VA ini pun juga mirip dengan penghilangan premium dimana masyarakat mau tak mau dipaksa untuk menggunakan bahan bakar lain. Bedanya, bahan bakar yang dihapus yaitu premium memang terbukti memiliki oktan rendah sehingga berbahaya bagi lingkungan.
 
Selain itu penghapusan golongan ini juga dipastikan memicu gelombang kenaikan harga lainnya. Seperti halnya efek domino kenaikan BBM, penghapusan golongan juga pasti memicu harga barang hingga transportasi umum.
 
Satu hal yang perlu diingat kenaikan harga sering kali mendorong kemunculan warga miskin baru. Kemunculan warga miskin baru tentu saja meningkatkan beban negara dalam bantuan langsung tunai atau BLT.
 
Untungnya sesuai janji pemerintah penghapusan tidak dilakukan untuk tahun ini maupun tahun depan. Bahkan kemungkinan juga tidak dilakukan di tahun 2024 atau tahun politik. Penulis lebih setuju agar PLN membatasi pemakaian per kWH per bulan. Hal ini tentu selain lebih fair bagi pelanggan juga meningkatkan kehati-hatian penggunaan. 
 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement