REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani menilai persetujuan DPR terhadap Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) untuk disahkan menjadi UU telah mengakhiri kebuntuan terkait kedudukan lembaga pengawas pelindungan data pribadi.
“Persetujuan tersebut menjadi akhir dari kebuntuan sejak September 2020 akibat tidak adanya titik temu antara pemerintah dan DPR terkait kedudukan lembaga pengawas pelindungan data pribadi,” kata Christina di Jakarta, Selasa (20/9/2022).
Dia menjelaskan, sebagai “jalan tengah”, pemerintah dan DPR akhirnya sepakat untuk menyetujui Lembaga Pelindungan Data untuk selanjutnya ditetapkan Presiden. Menurut dia, Komisi I DPR berharap Presiden akan menentukan yang terbaik sebagai bagian dari komitmen politik karena lembaga tersebut tidak hanya akan mengawasi pihak swasta namun juga mengawasi badan publik, kementerian/lembaga sehingga penting untuk memiliki independensi.
“Kepastian independensi lembaga ini menurut saya, akan memberikan jaminan lebih dalam upaya negara melakukan pelindungan data masyarakat,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar itu juga memberikan catatan terkait maraknya kejadian peretasan data yang salah satunya disebabkan sistem pengamanan siber yang belum diterapkan semua instansi. Menurut dia, RUU PDP memahami keadaan tersebut dan memastikan penerapan sistem/infrastruktur pengamanan data dan keberadaan sumber daya manusia yang andal sebagai salah satu kewajiban pengendali data.
“Catatan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang menyampaikan peringatan anomali dan rekomendasi mereka sering kali dicuekin institusi atau lembaga negara. Kemungkinan ini perlu diwaspadai untuk tidak terjadi pada lembaga pengawas pelindungan data yang akan ditetapkan Presiden nantinya,” katanya.
Christina berharap setelah RUU PDP disahkan menjadi UU, akan mampu menjawab atau paling tidak mengurangi dengan signifikan peretasan dan kebocoran data yang terjadi.