REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta pemerintah segera menerbitkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi. Revisi Perpres tersebut dibutuhkan agar subsidi yang dialokasikan untuk masyarakat miskin tidak dinikmati orang mampu.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno mengatakan pihaknya mendukung revisi aturan tersebut karena selama ini BBM bersubsidi masih belum tepat sasaran. Sejak April 2022, DPR sudah meminta pemerintah untuk segera merevisi perpres tersebut dengan mendetailkan syarat siapa saja yang bisa membeli BBM bersubsidi.
“Artinya dirinci siapa-siapa saja kalangan masyarakat yang berhak menerima BBM bersubsidi, dan itu tidak rumit,” kata Eddy dalam diskusi bertajuk “Pembatasan BBM Berkeadilan” di Jakarta, Senin (19/9/2022).
Eddy tidak tahu persis kenapa pemerintah belum selesai merevisi aturan BBM subsidi. Apalagi, menurut dia, hanya ada satu pasal saja yang perlu dipertegas mengenai kriteria pengguna BBM bersubsidi.
“Pada pasal 13 ayat 1 dan 2 disebutkan secara rinci siapa-siapa saja. Nanti di dalam lampiran disebut jenis kendaraan yang berhak. Misalkan untuk sepeda motor 250 cc ke atas tidak berhak, roda empat 1.500 cc ke atas tidak berhak,” ujarnya.
Eddy mengaku mendapatkan informasi bahwa draft revisi perpres sudah di Kementerian Sekretariat Negara. Namun, ia tidak mengetahui kenapa belum juga sampai ke meja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jika aturan itu tidak kunjung direvisi, maka beban pemerintah untuk subsidi BBM bisa semakin berat.
“Tanda tanya besar. Konon sudah siap, drafnya sudah ada di Sesneg, tapi mungkin masih tunggu dibawa ke presiden untuk ditandatangani dan disahkan. Kami tegaskan semakin lama menunda, semakin lama tidak memiliki payung hukum, semakin berat beban kita,” kata Eddy.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, masyarakat cenderung memilih BBM subsidi tanpa ada aturan yang jelas. Untuk itu, revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 harus segera diundangkan, agar pemerintah daerah pun dapat membatasi dan sekaligus mengawasi distribusi BBM subsidi.
“Revisi Perpres 191 itu harus segera dikeluarkan dan harus lebih detail, khususnya pasal 13 ayat 1 dan 2 itu. Karena persoalannya di situlah kemudian daerah bisa punya payung hukum ada pegangan bagi daerah,” ujarnya.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman menegaskan bahwa guna mencegah pendistribusian yang tidak tepat sasaran, maka diperlukan pendistribusian secara tertutup, sehingga subsidi energi bisa tepat sasaran sesuai dengan Undang-Undang Energi. "Subsidi tertutup jadi solusinya, orang yang berhak dapat subsidi dicek diverifikasi kalau boleh dapat QR Code," tegasnya.