REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Instagram sedang berupaya untuk melindungi pengguna dari menerima foto telanjang yang tidak diminta di Direct Message (DM) mereka. Perusahaan induk Instagram, Meta, mengonfirmasi fitur tersebut sedang dalam pengembangan.
Meta mengatakan kontrol pengguna opsional yang masih dalam tahap awal pengembangan. Alat itu nantinya akan membantu orang melindungi diri dari foto telanjang serta pesan yang tidak diinginkan.
Meta menyamakan kontrol ini dengan fitur Hidden words yang memungkinkan pengguna untuk secara otomatis memfilter permintaan pesan langsung yang berisi konten ofensif. Menurut Meta, teknologi tidak akan memungkinkan Meta untuk melihat pesan yang sebenarnya atau membaginya dengan pihak ketiga.
"Kami bekerja sama dengan para ahli untuk memastikan fitur baru ini bekerja untuk menjaga privasi orang sambil memberi kendali atas pesan yang mereka terima," kata juru bicara Meta Liz Fernandez dilansir The Verge, Kamis (22/9/2022).
Meta mengatakan akan membagikan lebih banyak detail tentang fitur baru dalam beberapa pekan ke depan saat semakin dekat dengan pengujian. Sebuah laporan dari organisasi nirlaba Inggris, Center for Countering Digital Hate, pada awal tahun ini menemukan alat Instagram gagal menindaklanjuti 90 persen pesan langsung kasar berbasis gambar yang dikirim ke wanita terkenal.
Banyak yang dikirimi gambar seksual oleh laki-laki. Bahkan fitur Hidden words tidak dapat sepenuhnya menyaring kata-kata umpatan seperti b*tch. Sementara itu, tahun lalu The Pew Research Center menerbitkan laporan yang menemukan 33 persen wanita di bawah usia 35 tahun telah dilecehkan seksual secara daring.
Kejahatan ini disebut cyber flashing yang melibatkan pengiriman pesan seksual yang tidak diminta kepada orang asing. Kerap kali, korban adalah wanita secara daring. Di Inggris, pelaku bisa ditindak pidana jika parlemen mengesahkan RUU Keamanan Online.
Namun, cyber flashing bukanlah kejahatan di sebagian besar Amerika Serikat (AS) meskipun Texas menjadikan cyber flashing sebagai pelanggaran ringan pada tahun 2019. Beberapa ahli percaya itu bisa sama merusaknya secara psikologis seperti pelecehan seksual yang terjadi secara langsung.
“Beberapa mengatakan cyber flashing tidak berbahaya. Semua orang bergumul dengan fakta itu tidak terjadi tatap muka, tetapi Anda tidak dapat menilai pelanggaran seksual seperti itu. Kerugian dari pelanggaran seksual sangat signifikan dan berbagai bentuk pelanggaran dapat memiliki dampak yang sama pada orang yang berbeda,” kata profesor Durham Law School dan ahli pelecehan seksual berbasis gambar, Clare McGlynn.