REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Hafisz Tohir menyampaikan bahwa perekonomian dunia ditengah era digitalisasi saat ini mulai bergeser menuju Green Economy. Ia menegaskan bahwa ekonomi suatu negara dengan model konvensional seperti saat ini, sudah mulai beralih bahkan sebagian negara sudah tidak menerapkan lagi.
“Green economy itu semua yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan pembangunan maupun kegiatan-kegiatan produksi, yang mana harus berbasiskan kepada ekosistem. Artinya, tidak boleh merusak alam dan juga net zero emission. Selanjutnya kita juga telah bersepakat untuk tidak menaikan temperatur 1,5 derajat, sehingga kita harus betul-betul well prepared terhadap kesiapan business plan maupun APBN kita,” tutur Hafisz saat diwawancarai Wartawan Parlemen di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, Senin (26/09/2022).
Hafisz menegaskan bahwa kedepannya lembaga keuangan dunia, tidak akan membiayai suatu kegiatan atau suatu pembangunan yang tujuannya merusak lingkungan. Maka dari itu, program Green Economic akan segera diadopsi ke APBN pada tahun 2023 nanti, oleh Menteri Keuangan Sri mulyani.
“Dalam delegasi Parlemen di Kabupaten OKI ini, saya menghimbau kepada mahasiswa-mahasiswa yang hadir dan juga pemerintahan setempat, bahwa kompetisi yang sering terjadi antar pihak harus dirubah menjadi kolaborasi. Hal ini dikarenakan dapat menimbulkan lebih banyak disruptifnya daripada konstruksifnya. Walaupun kita harus berbagi, namun inilah resep terbaik untuk mengatasi globalisasi mendatang,” pungka Politisi Partai Amanat Nasional ini.
Lanjutnya, Hafisz ingin masyarakat dapat peka terhadap perubahan dimulai dari saat ini. Mulai dari kreatifitas, inovasi, serta kesiapan yang matang. Penting sekali dilakukan sosialisasi sedini mungkin, bahwa dari paparannya, ia menjelaskan bahwa digitalisasi itu bekal yang harus diterobos dan dikuasai, khususnya oleh generasi muda.
“Pastinya kita harus meningkatkan kreatifitas. Jadi kalo tidak membuat suatu produk atau kegiatan, maka kita tidak dapat bersaing dengan negara lain. Selain kreatifitas, harus ada inovasi. Inovasi seperti apa? Kita sudah sepakat melakukan hilirisasi industri, artinya kegiatan hulu tidak bisa lagi kita lepas begitu saja. Harus memiliki benefit, karena dari hulu ke hilir sudah melakukan lompatan yang luar biasa. Sehingga akan ada transformasi kepada tenaga kerja, pabrik-pabrik, kemudian industri yang membutuhkan tenaga kerja, supply chain menjadi bergerak, dan buruh-buruh mendapatkan pekerjaan. Ini tentu sangat dampak terhadap perekonomian kita,” tegasnya.
Hafisz berharap Indonesia dapat siap dengan digitalisasi ini. Penting sekali baginya untuk memaparkan bahwa digitalisasi itu menjadi salah satu hal yg harus diterobos dan dikuasai, supaya generasi muda mempunyai pengetahuan pada perangkat-perangkat digital dan juga sistem transformasi, khususnya yang berbasis teknologi digital.
“Di dunia ini yang semakin hari kita rasakan semakin berat dan menunjukkan bahwa tekanan ekonomi-ekonomi dunia melahirkan ketidak harmonisan antar negara. Bahkan kita sudah melihat negara taiwan dan china menegang, korea utara dan korea selatan terus berselisih, jepang dan cina, rusia dan ukraine, dan sebagian amerika serikat melakukan hal yang sama. Nah ini yg kita katakan bahwa ke depan Republik Indonesia harus siap terhadap kemungkinan tersebut, bahwa nantinya akan terjadi perubahan atau shifting yang luar biasa, baik pada dunia politik, ekonomi dan juga keamanan negara,” tuturnya.