REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di era digital saat ini, informasi dengan mudah diperoleh dan disebarluaskan oleh siapapun tanpa batas. Perubahaan digital yang sangat cepat juga dapat membawa perubahan terutama kemudahan dalam menciptakan dan menggiring opini publik.
Ketika suatu perusahaan mengalami krisis, seorang PR harus bisa menjadi garda terdepan dalam menangani krisis.
“Ada dua arena yang harus dikuasai. Pertama adalah krisisnya sendiri dan yang kedua adalah public opinion-nya. Keduanya harus bisa dikendalikan," tutur CEO Nexus RMSC, Dr. Firsan Nova, dalam bedah buku “PR Crisis” yang dilaksanakan di Auditorium Arifin Panigoro, Universitas Al-Azhar Indonesia, Rabu (28/9/2022).
Tak hanya itu, seorang PR juga harus bisa menjalin hubungan yang baik dengan media. “Ketika menghadapi krisis, jangan pernah menjauhi media. Gandeng media.” kata M. Akbar yang menulis buku “PR Crisis” bersama Dr. Firsan Nova dan Dian Agustine.
“Ketika suatu perusahaan sengaja menyerang kompetitor melalui media, ada tiga hal yang dapat dilakukan. Pertama, siapkan media release. Kedua, jika tidak berhenti laporkan ke media pers. Ketiga, apabila tidak mempan juga, laporkan ke pengadilan,” lanjut Akbar menjelaskan.
Dalam menghadapi krisis, tentunya diperlukan penanganan tersendiri. Dian menyebutkan bahwa memiliki senses of heart menjadi hal yang penting dimiliki bagi seorang PR. “Selain itu, memiliki brand power dan tahu cara mengemas brand juga menjadi hal pokok yang dimiliki PR,” kata Dian.
Bedah buku yang dikemas dalam format kuliah umum ini disambut antusias oleh mahasiswa Public Relations jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia.