REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi menunjukkan bahwa bangun pagi bisa meningkatkan kesehatan metabolisme yang bisa mencegah salah satu penyakit kronis paling umum. Diterbitkan minggu ini di jurnal Experimental Physiology, studi dari Rutgers University menemukan bahwa kebiasaan tidur larut malam meningkatkan risiko resistensi insulin.
Studi ini mengamati 51 orang dewasa yang dibagi pada kelompok kronotipe awal dan kronotipe akhir berdasarkan kuesioner Morningness-Eveningness yang diisi setiap peserta. Peserta yang bangun pagi cenderung tidur sebelum jam 11 malam, sedangkan orang yang tidur larut malam tetap terjaga sampai setidaknya jam 1 pagi.
Semua peserta juga memiliki sindrom metabolik, dikenal sebagai sindrom resistensi insulin. Ini merupakan sekelompok kondisi yang bisa meningkatkan risiko stroke, diabetes, penyakit jantung, dan lainnya.
Tim peneliti juga mengumpulkan sampel darah peserta setelah puasa semalam, mengukur lingkar pinggang peserta sebagai salah satu indikator kemungkinan sindrom metabolik, serta memeriksa tekanan darah untuk memperhitungkan kadar gula darah dan karakteristik lain dari sindrom metabolik. Peserta juga menggunakan akselerometer setidaknya selama empat hari.
Tim menemukan bahwa terlepas dari kebugaran, bangun pagi memetabolisme lebih banyak lemak selama puasa dan olahraga daripada orang yang tidur di malam hari.
"Kami ingin melihat apa yang terjadi dengan metabolisme peserta, baik selama keadaan istirahat atau puasa, selain selama berolahraga atau bergerak," kata penulis utama Steven Malin, seorang profesor kesehatan endokrinologi dan metabolisme di Rutgers University.
"Hasilnya mereka menggunakan lebih sedikit lemak saat berpuasa, dan mereka menggunakan lebih sedikit lemak pada latihan intensitas sedang atau tinggi," tambah Malin seperti dilansir dari Inverse, Jumat (30/9/2022).
Tim Malin melihat keseimbangan halus metabolisme lemak selama istirahat dan olahraga, serta keselarasan dengan ritme sirkadian seseorang, atau jam tubuh internal. Studi sebelumnya telah menganalisis bagaimana makan di siang hari dan malam hari memengaruhi keadaan emosional mereka yang bekerja shift malam.
Kelompok morning person juga tampak lebih aktif secara umum. Mereka tidak harus berolahraga di pagi hari, tetapi mereka akan memulai pekerjaan lebih awal dan melakukan aktivitas ringan. Malin mengatakan, aktivitas awal yang konsisten ini dapat meningkatkan metabolisme dan kemampuan mereka untuk merespons insulin.
Ada beberapa data yang menunjukkan mengapa orang yang tidur larut malam, bermetabolisme lebih sedikit bahkan selama berolahraga. Salah satu alasannya mungkin karena pembangkit tenaga sel favorit semua orang, mitokondria.
Malin mengatakan ada bukti bahwa mitokondria pada penderita diabetes, atau bahkan dengan riwayat keluarga diabetes, tidak berfungsi sebaik orang sehat. Itu bisa, sebagian, berasal dari menghasilkan lebih sedikit energi.
Mungkin juga ada komponen vaskular, yang berkaitan dengan bagaimana jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Kemampuan tubuh untuk memompa darah dari jantung sering didukung oleh olahraga, sehingga gaya hidup yang tidak aktif dapat menghambatnya.
"Apa yang disarankan adalah profil risiko ini memiliki metabolisme lemak yang lebih rendah, dan kemampuan yang lebih rendah untuk menyimpan glukosa sebagai energi ditambah dengan aktivitas fisik yang lebih sedikit, tingkat kebugaran yang lebih rendah, semuanya menunjukkan faktor risiko diabetes dan penyakit jantung," kata Malin.
Diabetes tipe 1 merupakan kondisi genetik yang sering muncul pada masa remaja. Tipe 2 berasal dari resistensi insulin dari waktu ke waktu.
Malin menekankan bahwa dia tidak melarang satu gaya hidup. Orang yang suka tidur larut malam memiliki hak untuk begadang. Tapi, dia merekomendasikan lebih banyak aktivitas fisik untuk semua orang. Bahkan pergi tidur 15 menit lebih awal, dan bangun 15 menit lebih awal, lalu melakukan beberapa gerakan di sekitar sofa atau berjalan-jalan sudah cukup untuk meningkatkan metabolisme tubuh.