Oleh : M. Nasir Djamil, Anggota DPR RI dari dapil Aceh.
REPUBLIKA.CO.ID, Lima puluh tujuh tahun silam, langit biru Indonesia berubah menjadi hitam pekat. peristiwa di tahun itu menjadi lembaran hitam perjalanan sejarah bangsa ini. Kekuatan politik yang bernama Partai Komunis Indonesia (PKI), melakukan kudeta kekuasaan dan ingin mengganti ideologi pancasila menjadi ideologi komunis. Tidak itu saja, dalam rangka memuluskan ambisinya, PKI juga membunuh dengan kejam dan sadis sejumlah jenderal dan perwira, bahkan seorang bocah perempuan yang tak berdosa bernama Ade Irma Suryani Nasution, juga meninggal akibat terkena tiga butir peluru yang dimuntahkan oleh pasukan cakrabirawa yang dipimpin oleh Kolonel Untung. Sang ayah yang tak lain Jenderal Abdul Haris Nasution lolos dari maut. Tapi nasib yang berbeda dialami oleh Jenderal Ahmad Yani , Mayjen R Suprapto, Mayjen MT Haryono, Mayjen S Parman, Brigjen DI Panjaitan, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Lettu Pierre Andreas Tendean. Setelah dibunuh, jasad mereka ditimbun bersamaan di sebuah tempat bernama lubang buaya. Mereka inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan pahlawan revolusi.
Menariknya sejarah kelam pembantaian sadis ini dikemas dalam sebuah film yang berdurasi selama hampir empat jam, Film ini mampu menjadi alat untuk meyakinkan dan membuat masyarakat percaya bahwa kudeta yang dilakukan pada tahun 1965 adalah ulah dari PKI dan PKI adalah sekelompok manusia yang kejam karena melakukan kekerasan terhadap para masyarakat dan puta-putri terbaik bangsa. Kontroversi pun lahir setiap tahunnya dari penayangan film ini Ketika mendekati 30 September.
Begitupun, saya ingin menghadapkan tulisan ini kepada generasi milinial. Angkatan yang saat ini memiliki jumlah mayoritas. Bahkan jumlah mereka akan makin bertambah saat Indonesia menghadapi bonus demografi di tahun 2030 mendatang. Membekali generasi milinial dengan aspek sejarah tentu sangat dibutuhkan. Sebab itu menyangkut dengan kesadaran dan persiapan mereka memasuki era disrupsi. Jujur kita akui bahwa selama ini upaya membekali angkatan milinial dengan nilai-nilai sejarah masih belum masif dan sistematis.
Dalam konteks G 30 S PKI, bahwa peristiwa itu harus diambil nilai sejarah dan kemanusiaannya oleh anak-anak muda milenial. Di antara nilai-nilai itu adalah di bidang ideologi PKI, PKI melancarkan upaya, perubahan yang mendasar terhadap pancasila, PKI berusaha mengganti sila pertama, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan rumusan “kemerdekaan beragama” seperti yang telah dikemukakan oleh Njoto dalam sidang-sidang konstituante pada tahun1958. Menurut PKI tidak semua masyarakat Indonesia beragama monotheis, banyak di antaranya yang beragama politheis, bahkan ada yang tidak beragama sama sekali.
Sembari mengulas sedikit sejarah kelam bangsa Indonesia yang kini harus dibisikan kepada wajah baru bangsa Indonesia yaitu regenerasi milenial tentu tulisan ini akan menyampaikan lima persoalan pelik masa lalu, di antaranya:
Pertama, soal deideologisasi terhadap Pancasila, kita ketahui dan pedomani bahwa Pancasila ialah ideologi bangsa Indonesia yang sangat fundamental atau isebut dengan statfundamentalnorm. Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu negara. Proses deideologisasi pancasila tersebut tersebut bisa dilihat dari bagaimana nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sila-sila pancasila terhadap ketuhanan dihapus, bukan saja bagi ummat islam melainkan seluruh agama diberikan doktrinisasi agar tidak percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Konsekuensinya, pancasila menjadi dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum dalam bernegara.
Kedua, infiltrasi negara luar, ini sangat cepat masuk ke tubuh bangsa Indonesia, infiltrasi itu muncul dengan cara-cara baru dan pendekatan-pendekatan tertentu masuk melalui doktrinal, infiltrasi ideologi yang ingin menggantikan pancasila dan memecah belah Indonesia dengan konsep penyebaran ideologi di Indonesia, tentu salah satunya pada saat itu ialah ideologi komunis. Indonesia sendiri secara akademis maupun dalam ruang ilmiah, sangat diperbolehkan untuk mempelajari segala macam ideologi. Terjadinya infiltrasi krena kepentingan negara besar dengan memanfaatkan isu kejahatan lintas negara (transnational crime).
Ketiga, pertentangan partai politik, dengan banyaknya daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam penerapan sistem otonomi daerah dan sistem demokrasi pemilihan umum secara langsung akan memungkinkan dimanfaatkan oleh negara besar melakukan infiltrasi kepentingan. Partai politik pada era demokrasi terpimpin dibatasi oleh pemerintah. Presiden berhak membubarkan partai yang terindikasi berusaha merongrong politik pemerintah dan mendukung pemberontakan.
Keempat, fragmentasi di tubuh militer, Dalam periode terjadinya G 30 S 1965, TNI dan PKI tengah bersaing memperebutkan kekuasaan. Pada Agustus 1965, Presiden Soekarno mengumumkan pembentukan tentara rakyat yang disebut Angkatan Kelima. Mereka dipersiapkan untuk operasi Ganyang Malaysia, gerakan antisipasi potensi konflik dengan negara tetangga itu.
Kelima, soal kemiskinan, PKI berhasil menjual isu kemiskinan di kalangan masyarakat Indonesia. Biasanya PKI hanya akan berkembang di kawasan pedesaan yang mengalami kemiskinan endemic. Salah satu kunci pentingnya adalah kampanye PKI soal isu kemiskinan. Meski PKI dibenci oleh kelompok-kelompok politik mayoritas di Indonesia, tapi jurus jualan kemiskinannya diamalkan dengan baik. Tak hanya kemiskinan di kota, tapi juga kemiskinan di desa. Di kota ada buruh, di desa ada tani. Karena kemiskinan mereka, dua golongan yang sangat potensial untuk memilih PKI dalam pemilu. PKI sendiri punya lambang palu dan arit, palu merepresentasikan buruh, arit mewakili petani.
Lima, persoalan pelik masa lalu di atas tersebut sebagai PR bagi regenerasi milenial di tengah berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi generasi milenial harus mengetahui tragedi berdarah cukup terjadi pada masa lalu. Ideologi komunisme jangan sampai menjadi gerakan, partai, dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Paham tersebut sudah terbukti menelan nyawa orang-orang tak berdosa. Bagi generasi millenial, dimana saat ini semua sumber berita bisa mereka peroleh dengan sangat luar biasa, baik itu dari tulisan yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan sampai yang tulisan sekadar menyebar opini. Tentu hal itu mesti menjadi perhatian, agar generasi kita tidak salah dalam memahami sejarah G 30S PKI ini.
Peristiwa bersejarah ini memberikan banyak pembelajaran bagi generasi muda. Pemutaran ulang film G 30 S PKI penting sebagai pengingat sejarah terutama untuk generasi milenial serta tidak menjadi polemik berkepanjangan di masyarakat. Penayangan film ini merupakan hal penting karena peristiwa G 30 S PKI sudah menjadi bagian sejarah bagi bangsa, sehingga pemerintah perlu memiliki satu suara dalam menunjukkan bahaya dari komunis, dan gambaran bahwa tidak berlakunya sistem komunis di Indonesia.
Generasi milenial harus mempelajari sejarah dan memahami makna ideologi, bonus demografi adalah ladang bagi generasi milenial untuk mengembangkan potensi serta memajukan bangsa. Alarm untuk peringatan Komunis terus menghantu wajib diwaspadai agar tidak terjadi peristiwa-peristiwa kelam yang berdarah. Untuk menuju Indonesia 2030-2035 serta menuju Indonesia EMAS 2045 yang dibutuhkan ialah pemikiran generasi milenial, dengan satu genggaman Indonesia dapat berubah ke arah yang lebih baik lagi. Arah baru Indonesia terletak pada 1 abad usia Indonesia ditahun 2045, jangan sampai terjadi perpecahan di tubuh generasi milenial hanya karena akibat penyebaran paham komunisme.