Ahad 02 Oct 2022 04:34 WIB

Kapan Harus Khawatir Paparan BPA dari Produk Kemasan Plastik?

Paparan BPA punya sifat kerja seperti ekstrogen yang berefek terhadap metabolisme.

Rep: Santi Sopia/ Red: Friska Yolandha
Kemasan plastik tak mengandung BPA. Paparan BPA (bisphenol A), sering kali dikatakan bisa menyebabkan kanker, kemandulan, dan isu-isu kesehatan lainnya.
Foto: time
Kemasan plastik tak mengandung BPA. Paparan BPA (bisphenol A), sering kali dikatakan bisa menyebabkan kanker, kemandulan, dan isu-isu kesehatan lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paparan BPA (bisphenol A), sering kali dikatakan bisa menyebabkan kanker, kemandulan, dan isu-isu kesehatan lainnya. Paparan BPA umumnya dikaitkan dengan kemasan-kemasan plastik dari makanan maupun minuman yang tentunya semakin menjamur saat ini.

Tetapi bagaimana fakta sebenarnya terkait BPA? Kapan seseorang khawatir akan paparan BPA pada tubuh?

Baca Juga

Spesialis Penyakit Dalam dr Aswin Pramono SpPD MEpid mengatakan memang ada sejumlah studi mengenai BPA. Terdapat klaim yang menyebutkan bahwa paparan kimia yang bisa mengganggu fungsi tubuh atau disebut endocrine disruptor, bukan hanya BPA.

“Ada juga yang memang mengganggu. Tapi ini butuh dalam jumlah besar. Misalnya minum dari 10 ribu galon dalam waktu singkat bukan akumulasi dalam 30 tahun misalnya, kan tidak mungkin kita minum dari 10 ribu galon dalam sekali waktu,” kata dr Aswin dalam Forum Ngobras di Jakarta, Jumat (30/9/2022).

Dia menjelaskan bahwa paparan BPA punya sifat kerja seperti ekstrogen yang berefek terhadap metabolisme dalam tubuh, berkaitan reproduksi, menstruasi dan sebagainya. Akan tetapi pengaruh itu sangat kecil, tidak sampai punya kekuatan mengganggu fungsi tubuh.

“Butuh sangat banyak sehingga punya potensi, baru potensi ya risikonya itu 0,01 persen artinya satu per 10 ribu, kalau dimakan dalam satu waktu, memang sangat kecil potensinya,” lanjut dr Aswin.

Ekstrogen sendiri ditemukan pada berbagai produk, misalnya pil KB. Tetapi itu juga tidak berisiko pada sesuatu yang buruk dalam metabolisme.

Studi secara epidemiologi terkait BPA sebenarnya belum ada yang kuat. Pertama, memang ketika dilakukan, studi mingkin jadi tidak etis karena harus memberikan paparan kepada peserta. Kedua, memang faktor kausalitas atau sebab akibatnya juga belum ada.

Contoh studi paling sederhana adalah hubungan merokok dengan kanker paru yang sudah terbukti dan kuat sekali secara kausalitas. Ada pula hal lain yang kuat, seperti virus HPV yang punya kausalitas.

Tetapi terkait BPA, belum ada studi yang berhasil menemukan kausalitas itu. Hanya baru sampai pemeriksaan sel di laboratorium atau munculnya satu per satu temuan tepau tidak jadi epidemiologi.

Jadi, dr Aswin menambahkan sebenarnya tidak perlu terlalu khawatir terkait isu yang belum pasti. Hanya saja, tentu orang harus selalu fokus bagaimana menjaga gizi seimbang, menghindari merokok, alkohol dan penuhi olahraga secara teratur. “Cuma kalau ada klaim BPA free dari suatu produk sah-sah saja sebagai trik marketing walaupun studi belum pasti dan mungkin saya juga memilih itu buat anak saya karena kalau dulu kan ada label BPA free,” tambah dia

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement