REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Muhamad Rikiansyah, Humas di BPS Provinsi Jawa Barat
Good Data..Good Decision. Sebuah kalimat yang sering digaungkan oleh banyak pejabat publik saat ini. Saat ini data seolah menjadi harta karun yang dicari banyak pihak. Sejatinya data menjadi kebutuhan dasar dalam pembangunan sebuah bangsa. Membangun tanpa data akan menjadi sangat tidak terukur. Membangun sebuah data tidak murah, tapi membangun sesuatu tanpa data akan jauh lebih mahal.
Carut marut pengelolaan data di Indonesia sudah menjadi rahasia umum. Di level nasional data berbagai kementerian/lembaga saling tumpang tindih dan beririsan. Seringkali pemerintah pusat kebingungan sendiri ketika akan menggunakan data, dari kementerian/lembaga mana yang akan dipakai. Belum lagi di level daerah, ketika otonomi daerah berlaku, semua daerah berlomba memiliki data.
Perlahan Pemerintah mulai menyusun strategi untuk mengurai tumpang tindih terkait basis data. Dimulai dengan diterbitkannya aturan terkait pengelolaan data melalui Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2019 tentang satu data Indonesia. Dalam Perpres 39/2019 ini diatur perihal Satu Data Indonesia yang didefinisikan sebagai berikut;
Satu Data Indonesia adalah kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan antar Instansi Pusat dan Instansi Daerah melalui pemenuhan Standar Data, Metadata, Interoperabilitas Data, dan menggunakan Kode Referensi dan Data Induk.
Salah satu langkah awal perwujudan satu data di Indonesia yang terintegrasi adalah kegiatan pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) pada akhir tahun ini. Sebagai pelaksana pendataan adalah Badan Pusat Statistik, dengan Bappenas sebagai kolaborator nasional dan penganggaran oleh Kementerian Keuangan. Rencana kegiatan Regsosek disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-77 RI, 16 Agustus 2022 lalu. Dalam pidatonya, Presiden menyampaikan Reformasi Program Perlindungan Sosial diarahkan pada perbaikan basis data penerima melalui pembangunan data Regsosek.
Regsosek sendiri mempunyai urgensi yaitu sebagai basis data perlindungan sosial yang tepat sasaran. Saat ini banyak kementerian memiliki basis data sendiri-sendiri untuk menyalurkan program bantuan sosial. Sehingga dirasakan kurang efektif dan tidak berdampak maksimal. Selain tentu saja banyak data maka akan sangat banyak biaya yang diperlukan untuk menghasilkan data tersebut. Untuk itu diperlukan kerjasama agar menghasilkan satu data yang bisa dibagipakai oleh semua pihak. Dasar hukum pelaksanaan Regsosek yaitu Undang-Undang No. 16/1997 tentang statistik, Peraturan Pemerintah No. 51/1999 tentang penyelenggaraan statistik, Peraturan Presiden No. 86/2007 tentang Badan Pusat Statistik dan Instruksi Presiden No. 4/2022 tentang penghapusan kemiskinan ekstrem.
Tahapan kegiatan Regsosek sudah dimulai sejak tahun 2021, dimulai dengan pengembangan konsep basis data dan mekanisme pendataan. Bahkan Bappenas sudah melakukan ujicoba di 95 desa/kelurahan. Pendataan awal Regsosek akan dilaksanakan pada 15 Oktober-14 November 2022. Pendataan mencakup 100 persen kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Melibatkan tidak kurang dari 400 ribu petugas lapangan, yang semuanya mendapatkan pelatihan oleh Badan Pusat Statistik untuk menyamakan konsep dan metodologi pendataan. Pendataan Regsosek dilakukan secara door to door ke seluruh keluarga baik di lingkungan masyarakat biasa bahkan di barak militer, pesantren dan juga lembaga pemasyarakatan. Variabel data yang akan dikumpulkan yaitu meliputi kependudukan dan ketenagakerjaan, perlindungan sosial, perumahan, pendidikan, kesehatan dan disabilitas serta pemberdayaan ekonomi. Pada kegiatan Regsosek juga akan dilakukan geotagging yang dilengkapi dengan foto rumah penduduk, khususnya rumah tangga miskin.
Saat ini menjelang pelaksanaan kegiatan pendataan, dilakukan koordinasi dan kolaborasi yang dilakukan Badan Pusat Statistik dengan seluruh stakeholder baik di level nasional maupun daerah. Dukungan kegiatan sudah disampaikan berbagai kementerian/Lembaga terkait, seperti Kemendagri, Kemendes PDT, Kominfo, KemenPANRB, Panglima TNI, dan Kapolri. Dukungan dari berbagai pihak tentu saja akan memberikan iklim kondusif terhadap psikologi masyarakat dan petugas data agar bisa menjalankan tugas dengan baik sesuai prosedur yang ditetapkan.
Tahapan Regsosek setelah pendataan adalah pengolahan data yang dilakukan pada awal tahun 2023. Data tersebut akan dilakukan pemeringkatan kondisi ekonomi dari yang terendah sampai dengan tertinggi, untuk kemudian melalui mekanisme Forum Konsultasi Publik akan dikonfirmasi kepada aparat desa, ketua RT serta tokoh masyarakat. Output dari Regsosek nantinya adalah basis data kependudukan yang nantinya akan dilakukan pemutakhiran secara berkala dan bisa dibagipakaikan oleh semua kementerian/lembaga baik level nasional maupun daerah. Secara berkelanjutan mulai tahun 2024 akan dibentuk stabilitas sistem melalui pembentukan Pusat Data Nasional. Nantinya pada pusat data ini akan dilakukan pemantauan kualitas dan monitoing evaluasi yang terintegrasi. Sehingga akurasi data bisa tetap terjaga secara berkelanjutan.
Lalu apa manfaat yang didapat masyarakat dengan kegiatan Regsosek ini?. Pemerintah sangat ingin melindungi masyarakat khususnya level bawah dengan kategori hampir miskin, miskin dan sangat miskin. Dengan adanya basis data yang terintegrasi dengan semua stakeholder diharapkan akan lebih meningkatkan akurasi perlindungan sosial kepada masyarakat. Reformasi perlindungan sosial sangat dibutuhkan agar program tepat sasaran dan berdampak terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Nantinya program perlindungan sosial akan diikuti pemberdayaan ekonomi masyarakat, kolaborasi lintas program, bahkan kolaborasi dengan lembaga non pemerintah. Sehingga melalui basis data Regsosek akan terwujud perlindungan sosial yang adaptif dan bermanfaat bagi kemaslahat masyarakat di seluruh Indonesia.