REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater) Jiemi Ardian mengatakan sehat jiwa bukan hanya tentang perasaan bahagia. Sehat jiwa juga memperlihatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi tekanan hidup hingga berkontribusi pada komunitas di sekitar mereka.
"Sehat jiwa adalah keadaan sejahtera secara mental yang memungkinkan seseorang mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuan mereka, bekerja dan belajar dengan baik, dan mampu berkontribusi pada komunitas," kata Jiemi dalam acara bincang-bincang kesehatan mental yang diikuti dari Jakarta, dikutip Selasa (4/10/2022).
Sehat jiwa tidak identik dengan perasaan bahagia. Ini lebih kepada keseluruhan kehidupan.
"Bukan sekadar perasaan (bahagia)," jelas anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia itu.
Bagaimana cara mengetahui apakah seseorang mengalami masalah kejiwaan? Menurut Jiemi, itu dapat dilihat dari empat kondisi, yakni distress (penderitaan), disability (ketidakmampuan), deviance (penyimpangan), dan danger (perilaku berbahaya).
Jiemi menjelaskan, distress mungkin tidak terlihat dari luar. Tapi, seseorang yang mengalaminya akan merasakan penderitaan di dalam jiwa yang bisa saja menyebabkan masalah kesehatan.
"Mungkin kita senyum dan bahagia-bahagia saja, tapi kita bisa merasakan penderitaannya di dalam. Yang sedang dilakukan kok enggak menyenangkan. Bahkan mungkin terasa di tubuh seperti GERD atau migrain," katanya.
Kondisi lainnya, yakni disability, menyebabkan seseorang tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasa bahkan tidak mampu merawat diri sendiri. "Yang dulunya dandan jadi enggak dandan, dulunya rajin mandi jadi malas mandi, dulunya rapi jadi berantakan. Misalnya begitu," ujarnya.