REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemunculan long Covid tampak cukup sulit diprediksi karena bisa mengenal berbagai pasien Covid-19. Namun, menurut studi terbaru, ada 20 protein darah yang bisa memprediksi insiden gejala Covid-19 yang bertahan lama.
Bila mengacu pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), long Covid merupakan kondisi ketika gejala Covid-19 masih terjadi sekitar tiga bulan setelah terpapar SARS-CoV-2. Gejala-gejala ini tak bisa dijelaskan oleh diagnosis lain.
Menurut penelitian, long Covid lebih banyak ditemukan pada pasien Covid-19 bergejala berat. Akan tetapi, sekitar 36 persen pasien Covid-19 bergejala ringan yang tak membutuhkan perawatan di rumah sakit juga bisa mengalami long Covid.
Untuk lebih memahami risiko long Covid pada pasien, sekelompok peneliti dari University College London (UCL) melakukan sebuah studi yang melibatkan tenaga kesehatan sebagai partisipan. Sebanyak 54 tenaga kesehatan dalam studi ini sudah pernah terkena Covid-19, sedangkan sebanyak 102 tenaga kesehatan lainnya belum pernah.
Selama studi berlangsung, tim peneliti meminta para partisipan untuk melakukan evaluasi mingguan dengan cara mengisi kuesioner dan pengambilan sampel darah. Hal ini dilakukan selama 16 pekan.
Para partisipan juga diminta untuk mengisi kuesioner mengenai gejala pada bulan ke-6 dan ke-12 setelah studi dimulai. Tim peneliti menemukan bahwa ada 12 macam protein yang tampak meningkat pada partisipan yang pernah terkena Covid-19.
Protein-protein yang mengalami peningkatan adalah protein yang terlibat dalam stres oksidatif, pemrograman ulang metabolik, dan adhesi sel. Peningkatan ini tampak berkaitan erat dengan keparahan gejala Covid-19 yang dialami para partisipan.
Tim peneliti juga menemukan bahwa kadar yang tidak normal pada 20 macam protein di dalam darah bisa memprediksi kejadian long Covid. Sebagian dari protein ini memiliki efek antikoagulan dan antiperadangan.
Bila protein-protein ini bisa dimanfaatkan untuk mengidentifikasi orang yang berisiko terhadap long Covid, maka dokter bisa memberikan terapi intervensi pada orang yang tepat untuk mencegah long Covid. Temuan ini telah dipublikasikan dalam eBioMedicine.
"Mampu mengidentifikasi orang-orang dengan kecenderungan (lebih besar untuk terkena) long Covid lebih dini bisa membantu kami dalam menguji terapi intervensi baru pada orang yang tepat," jelas peneliti senior dari UCL, Dr Wendy Heywood.