Kamis 13 Oct 2022 09:24 WIB

Dampak Kenaikan BBM, Bagaimana Beralih ke Kendaraan Listrik?

Tidaklah mudah merubah kebiasaan masyarakat beralih ke kendaraan listrik.

Percepatan penggunaan kendaraan listrik dinilai menjadi solusi untuk mengatasi pembengkakan subsidi BBM. Sejumlah anggota polisi melakukan uji kendaraan motor listrik di Badung, Bali, Selasa (11/10/2022).
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Percepatan penggunaan kendaraan listrik dinilai menjadi solusi untuk mengatasi pembengkakan subsidi BBM. Sejumlah anggota polisi melakukan uji kendaraan motor listrik di Badung, Bali, Selasa (11/10/2022).

Oleh : Hiru Muhammad, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Hadirnya  Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 55 Tahun 2019 terkait Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) telah mendorong sejumlah pabrikan otomotif di Tanah Air untuk mempercepat upaya produksi kendaraan listrik tersebut.

Pertumbuhan perekonomian Indonesia di triwulan kedua tahun 2022, meski menjadi pertanda positif bagi industri otomotif, namun prestasi itu diraih di tengah risiko pelemahan ekonomi global dan ancaman inflasi yang meningkat.  Tak hanya itu, masyarakat dan industri otomotif juga dihadapkan dengan kenyataan kenaikan harga BBM subsidi yang sampai kini masih berpolemik bagi banyak pihak. Hal itu tidak terlepas dari masa pandemi yang belum sepenuhnya berakhir dan kemampuan masyarakat menengah ke bawah yang paling terdampak dari masalah sosial ekonomi tersebut.

Seharusnya kendala tersebut menjadi pemicu bagi seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah untuk mempercepat transformasi penggunaan energi fosil atau BBM bersubsidi ke energi listrik. Meski langkah menuju ke arah tersebut tidaklah mudah. Berdasarkan pengalaman di tahun sebelumnya pandemi Covid-19 terjadi, kenaikan harga BBM tetap berdampak bagi masyarakat luas. Namun, kalangan industri otomotif dan peneliti menilai kenaikan itu tidak terlalu berdampak bagi penjualan kendaraan bermotor.

Menurut data Indef yang disampaikan dalam sebuah diskusi yang dilakukan Forum Wartawan Otomotif (Forwot) beberapa waktu lalu menunjukkan penjualan sepeda motor sepanjang 2011 hingga 2019 berada di kisaran 8 juta hingga 6,4 juta unit. Penjualan baru merosot jauh ketika pandemi Covid-19 merebak tahun 2020 dengan jumlah penjualan 3,6 juta unit lebih. Sepanjang 2011 hingga 2019 terjadi kenaikan dan penurunan harga BBM beberapa kali. 

Menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sejalan dengan membaiknya ekonomi nasional di tengah resesi yang mengancam global, kalangan industri otomotif optimistis mampu membukukan penjualan 900.000 unit hingga tutup tahun ini. Hal itu didasarkan pada penjualan 2021 yang mencapai 887.202 unit yang melampaui target semula 750.000 unit.

Sepanjang tahun hingga akhir Indonesia juga telah menggelar sejumlah pameran otomotif bagi roda dua dan empat berskala nasional maupun internasional. Animo masyarakat pada sejumlah pameran yang telah digelar seperti IIMS, Periklindo, maupun GIIAS terhadap kehadiran kendaraan listrik cukup positif. Terbukti dari tersedianya fasilitas uji coba dan banyaknya pengunjung yang mencoba kendaraan listrik di pameran tersebut sebagai bagian dari sosialisasi kendaraan listrik.

Berkaca dari pengalaman kenaikan harga BBM dan sejumlah masalah di atas, tentunya kini menjadi saat yang tepat untuk segera mempercepat beralih ke penggunaan kendaraan listrik. Kebijakan pemerintah pusat dan pemda untuk memakai kendaraan roda dua maupun empat untuk operasional mereka merupakan sinyal positif yang harus terus dikembangkan. Hingga masyarakat terbiasa dalam penggunaan sarana transportasi yang baru mereka.

Memang tidaklah mudah merubah kebiasaan masyarakat beralih ke kendaraan listrik. Terlebih sejumlah kendala serius masih menghadang di depan mata. Seperti fasilitas stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) atau sejenis SPBU yang belum mudah di dapat, masalah baterai kendaraan listrik yang harganya tidak murah, hingga perawatan atau prosedur pengisian listrik yang harus dipahami dengan benar. Persoalan teknis tersebut tentunya yang akan dihadapi masyarakat sebagai konsumen setiap harinya.

Dai sisi industri, kelangkaan pasokan perangkat chip yang masih diimpor dari luar negeri juga berdampak pada tersendatnya produksi otomotif global. Apalagi kendaraan listrik yang membutuhkan chip lebih banyak dibanding kendaraan biasa.  Bahan baku pembuatan baterai dan pengolahan limbah baterai juga menjadi pekerjaan rumah bersama. Indonesia meski memiliki kandungan nikel dalam jumlah besar untuk mengolahkan menjadi baterai harus melibatkan pihak lain yang membutuhkan biaya besar. Namun, apapun kendalanya dengan upaya konsisten dan kuat tentunya program peralihan energi otomotif ini diharapkan berjalan mulus sesuai target.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement