Jumat 21 Oct 2022 08:01 WIB

Di Bawah Kuasa Xi Jinping

Xi menempatkan misi partai sebagai pemimpin politik, ekonomi, sosial, budaya China.

Pemikiran Presiden China Xi Jinping dimasukkan dalam konstitusi Partai Komunis China. (foto ilustrasi).
Foto: AP/Ju Peng/Xinhua
Pemikiran Presiden China Xi Jinping dimasukkan dalam konstitusi Partai Komunis China. (foto ilustrasi).

Oleh : Esthi Maharani, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID,  China membuka Kongres Partai Komunis pada Ahad (16/10/2022). Kongres Partai Komunis diadakan di Aula Besar Rakyat yang menghadap Lapangan Tiananmen di pusat kota Beijing. Kongres akan berlangsung selama seminggu. Ini adalah kongres ke-20 dalam sejarah Partai Komunis yang telah berusia sekitar satu abad. Kongres akan ditutup dengan pengenalan anggota Komite Tetap Politbiro (PSC), yang merupakan badan elite partai.

Kongres diadakan saat ekonomi menghadapi tantangan besar karena perlambatan real estat yang tajam, perang Rusia-Ukraina, dan kerugian ekonomi pada pariwisata, ritel, dan manufaktur akibat pembatasan Covid-19. Kongres berlangsung secara tertutup dan hasilnya diumumkan akhir pekan depan.

Dalam kongres sebelumnya pada 2017, Partai Komunis memasukkan ideologi Xi atau yang dikenal sebagai Pemikiran Xi Jinping, ke dalam konstitusi partai.  Ideologi ini menekankan untuk menghidupkan kembali misi partai sebagai pemimpin politik, ekonomi, sosial dan budaya China. Termasuk peran sentralnya dalam mencapai peremajaan nasional.

Xi telah menjadi pemimpin selama 10 tahun. Xi menempatkan dirinya bertanggung jawab atas urusan dalam negeri, kebijakan luar negeri, militer, ekonomi, dan sebagian besar masalah penting lainnya melalui kelompok kerja partai yang dipimpinnya. Di bawah kepemimpinan Xi, China telah memperluas jejak globalnya sambil memperketat kontrol yang sudah ketat terhadap informasi dan perbedaan pendapat.

Misalnya pekan lalu menjelang kongres, muncul aksi protes yang sangat jarang terjadi di Beijing. Dalam aksi protes itu, sebuah spanduk yang menyerang Xi dan mengkritik kebijakan Covid-19 digantung di Beijing. Namun kritikan itu dengan cepat dihapus dari internet. Hal ini semakin memperlihatkan intoleransinya terhadap kritik.

Di bawah pemerintahan Xi, kekuasaan telah menjadi jauh lebih terkonsentrasi. Peran perempuan dalam politik di China selama pemerintahan Presiden Xi Jinping juga menurun. Seperti tergambar dalam hierarki partai, jumlah perempuan di komite pusat mencapai 8 persen atau sekitar 30 posisi dari total 371 anggota penuh. Jumlah tersebut turun dari 10 persen pada 2007. Sementara itu, dari 31 gubernur tingkat provinsi China, hanya dua perempuan yang menjabat sebagai gubernur. 

Kesenjangan gender dalam angkatan kerja juga semakin melebar dan suara feminis telah diberangus. Pemerintahan Xi semakin menekankan nilai peran tradisional bagi perempuan sebagai ibu dan pengasuh. Berbeda dengan bapak pendiri Republik Rakyat China, Mao Zedong, yang mengatakan "wanita memegang separuh langit" dan kesetaraan gender diabadikan dalam konstitusi negara.

Kurangnya kepemimpinan perempuan di pemerintahan atau ranah politik merupakan kemunduran nyata bagi perempuan. Berbeda dengan 10 hingga 15 tahun lalu ketika koalisi yang bersaing dalam politik China berusaha untuk mendapatkan dukungan dari perempuan.

Sementara di ranah lain, perempuan nyatanya memiliki peran signifikan terutama dalam bisnis. Menurut laporan oleh penyedia indeks global MSCI, sebanyak 13,8 persen perempuan menduduki dewan direksi di perusahaan China tahun lalu. Jumlah tersebut naik dari 8,5 persen pada 2016. Sementara itu, sekitar 55 persen perusahaan rintisan teknologi China didirikan oleh perempuan.

Kongres tahun ini kemungkinan akan menyetujui amandemen piagam Partai Komunis China untuk memperpanjang status Xi sebagai pemimpin. Langkah ini menjadikan Xi sebagai politisi China yang paling kuat sejak Mao Zedong.

Jika Xi tetap menjabat, maka akan terjadi sedikit perubahan dalam kebijakan ekonomi dan luar negeri China.  Selama masa jabatan ketiga, Xi sepertinya akan fokus pada kebijakan yang memprioritaskan keamanan dan kemandirian. Termasuk kendali negara terhadap ekonomi, diplomasi yang lebih tegas dan militer yang lebih kuat, serta tekanan yang semakin besar untuk merebut Taiwan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement