Selasa 25 Oct 2022 04:55 WIB

Miliarder AS Marah Besar Pada The Fed: Orang Kaya Kehilangan Kekayaan Tetap Kaya, Tapi Orang Miskin?

Miliarder AS, Barry Sternlicht menyebut The Fed menggunakan 'data lama' untuk menyerang ekonomi dengan kenaikan suku bunga yang tidak perlu..

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Petugas menghitung uang dolar AS di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (21/7/2022). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini melemah ke level Rp15.036 per USD, seiring dengan langkah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,50 persen. (Antara/Rivan Awal Lingga)
Petugas menghitung uang dolar AS di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (21/7/2022). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini melemah ke level Rp15.036 per USD, seiring dengan langkah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,50 persen. (Antara/Rivan Awal Lingga)

Miliarder AS, Barry Sternlicht menyebut The Fed menggunakan "data lama" untuk menyerang ekonomi dengan kenaikan suku bunga yang tidak perlu. CEO miliarder Starwood Capital Group ini mengatakan bahwa ekonomi saat ini makin parah karena biaya pinjaman melonjak sehingga resesi tak bisa dihindari.

Investor miliarder itu mengatakan jika The Fed terus menaikkan suku bunga, seperti yang dilakukan lima kali tahun ini, efeknya akan sangat merusak sehingga akan membahayakan seluruh sistem kapitalis.

“Jadi orang kaya yang kehilangan 30%, dia masih kaya, kan? Tetapi orang miskin yang bekerja dalam pekerjaan per jam yang kehilangan pekerjaan itu, dia akan berkata: 'Kapitalisme rusak, itu tidak berhasil untuk saya. Saya kehilangan pekerjaan saya. Dan seluruh sistem ini harus keluar dari pintu,'” kata Sternlicht kepada Fortune, mengutip di Jakarta, Senin (24/10/22).

Baca Juga: Miliarder Investor Ray Dalio: Badai Sempurna Tercipta Akibat Suku Bunga The Fed

"Anda akan mengalami kerusuhan sosial," tambahnya. “Dan itu hanya karena Jay Powell dan kelompok orang gilanya yang ceria.”

Sternlicht bukan satu-satunya yang khawatir tentang kenaikan suku bunga yang berpotensi memicu resesi. Ekonom Steve Hanke mengatakan bahwa The Fed tidak kompeten dan bisa menuju periode stagflasi atau resesi.

Mohamed El-Erian, presiden Queens' College di Cambridge, telah berulang kali mengatakan bahwa The Fed terlalu lambat untuk menanggapi inflasi tahun lalu. Awal bulan ini, dia menambahkan sebagai akibatnya, risiko resesi sekarang sangat tinggi.

Bagi investor, suku bunga yang lebih tinggi juga membebani saham, yang berarti beberapa tahun ke depan kemungkinan tidak akan sebaik pasar bull pada tahun 2020 dan 2021.

Sternlicht percaya bahwa Fed mendasarkan keputusannya untuk menaikkan suku bunga pada data inflasi yang tertinggal, padahal seharusnya melihat statistik "real-time" dan berbicara dengan para eksekutif di lapangan.

Miliarder pendiri Starwood Property Trust yang memiliki sekitar 250.000 properti residensial di seluruh negeri merasakan dampaknya. Ia mengatakan bahwa harga sewa melambat, tetapi indeks harga konsumen (CPI) masih memperhitungkan kenaikan harga sewa yang terjadi lebih dari enam bulan lalu.

Sternlicht percaya The Fed harus menghentikan kenaikan suku bunga dan menunggu efeknya bekerja melalui ekonomi sebelum memutuskan apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Ketika ditanya mengapa dia yakin The Fed tidak melihat lebih banyak data real-time, dan fokus pada kenaikan suku bunga, Sternlicht memberikan tanggapan yang tajam.

"Saya pikir mungkin mereka tidak siap untuk tugas itu," katanya. “Mungkin mereka tidak cukup pintar untuk memahami dampak dari tindakan mereka. Ini seperti, dan saya tidak bercanda di sini, narapidana yang menjalankan rumah sakit jiwa. Saya pikir mereka hanya salah."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement