Jumat 28 Oct 2022 19:51 WIB

Berdasarkan Pedoman WHO, Kasus Gangguan Ginjal Akut Anak Indonesia Sudah Masuk Wabah

Berbasis definisi WHO, secara epidemiologi gangguan ginjal akut disebut wabah.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nora Azizah
Dokter mengecek kondisi pasien anak penderita gagal ginjal akut di ruang Pediatrik Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh.
Foto: ANTARA/Ampelsa
Dokter mengecek kondisi pasien anak penderita gagal ginjal akut di ruang Pediatrik Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Keamanan dan Kesehatan Global Dicky Budiman menjelaskan, kasus gagal ginjal akut progresif (AKI) di Indonesia berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) bisa disebut wabah. Padahal, dengan penetapan status kejadian luar biasa (KLB) atau wabah AKI maka ada koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.

"Di pedoman yang dikeluarkan oleh organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) 2021 mengenai public health crisis yang menyangkut cemaran kimia telah menyebutkan jika (terjadi) di klaster misalnya satu kecamatan maka bisa (menjadi krisis kesehatan masyarakat). Sementara kasus gagal ginjal akut progresif di Indonesia saat ini terjadi di 26 provinsi dan kalau berbasis definisi WHO maka secara epidemiologi disebut wabah," ujarnya, Jumat (28/10/2022).

Baca Juga

Kendati demikian, ia mengakui memang dalam pedoman ini tidak tegas dinyatakan bahwa pemerintah harus menyatakan status ini. Padahal, ia mengingatkan, terbukti respons dengan menyatakan status wabah atau outbreak oleh pemerintah jika dilihat dari sains dan sejarah terbukti membantu keberhasilan dalam penanganan penyakit. Bahkan, kesiapsiagaan di publik terbangun, ada koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dan responsnya terjaga dan menghasilkan penanganan yang lebih baik.

"Negara yang menyatakan wabah tak ada lagi kasus serupa sedangkan yang tidak menyatakan kejadian luar biasa, contohnya seperti India yang terjadi lima kali kejadian berulang. Ini perlu jadi perhatian," katanya.

Kendati demikian, ia mengapresiasi pemerintah telah mendatang obat penawar alias antidotum pomefizol lebih awal. Menurutnya, upaya yang dilakukan otoritas tentu membantu karena harganya yang mahal. 

Sementara itu, juru bicara Kementerian (Kemenkes) Mohammad Syahril mengatakan, terkait status wabah atau KLB, sebetulnya reaksi yang diberikan pemerintah saat terjadi kasus ini dengan cepat di antaranya antara pusat dan daerah ada koordinasi dan surveilans di seluruh Indonesia, ada penelitian dan biopsi hingga mendatangkan obat hingga semua pasien yang dirawat ditanggung pemerintah termasuk obat-obatannya merupakan reaksi cepat sebagai reaksi KLB. 

"Namun, kenapa tak segera ditetapkan dalam status KLB? karena Indonesia berpatokan pada hukum dan di undang-undang (UU) Wabah dan Peraturan Menteri Kesehatan hanya menyebutkan bahwa status KLB disebabkan oleh penyakit menular," katanya.

Kendati demikian, ia menyebutkan Kemenkes juga tengah membuat surat untuk aturan masalah KLB untuk gagal ginjal akut. Ia menambahkan, aturan ini sebagai bentuk de jure.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement