Oleh : Agus Yulianto, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Beras merupakan satu dari sembilan kebutuhan bahan pokok (sembako). Lainnya, adalah gula pasir, minyak goreng dan mentega, daging sapi dan daging ayam, telur ayam, susu, bawang merah dan bawang putih, gas elpiji dan minyak tanah, serta garam.
Sembilan jenis kebutuhan pokok masyarakat itu menurut keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 115/MPP/Kep/2/1998 tanggal 27 Februari 1998 (1), serta Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen yang mulai berlaku pada 16 Mei 2017. Daftar (2).
Dan beras merupakan salah satu kebutuhan pokok terpenting bagi sebagian masyarakat Indonesia. Selain merupakan makanan pokok, beras juga menyumbang lebih dari setengah kebutuhan kalori rata-rata makanan harian.
Beras juga merupakan komoditas yang istimewa, karena, beras menjadi penyedia mata pencaharian bagi sekitar 14 juta rumah tangga petani di Tanah Air. Karena itu, produksi beras menjadi salah satu sumber penggerak roda perekonomian di Indonesia.
Saat ini, Indonesia merupakan produsen beras ke empat di dunia setelah Cina, India, dan Bangladesh. Sebagai komoditas pangan pokok dan strategis, maka upaya mencapai dan mempertahankan pemenuhan kebutuhan beras dari produksi domestik (swasembada) secara berkelanjutan terus dilakukan.
Hal ini mengingat ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan pokok dianggap sebagai salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan di banyak negara. Maka, bisa dibayangkan, ketika ketersediaan bahan pokok ini menjadi sangat terbatas akibat stok yang minim, membuat kepala negara dan pihak-pihak terkait menjadi khawatir. Akankah krisis pangan terjadi di negeri 'loh jinawi' ini?
Akhir-akhir ini kabar terkait cadangan beras nasional yang menipis, mengemuka. Adalah Badan Pangan Nasional (NFA) mencatat pasokan cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog tidak mengalami peningkatan dalam sebulan terakhir bahkan terus menurun. Tercatat hingga Selasa (25/10/2022) volume CBP tersisa 673,6 ribu ton atau semakin jauh dari target pasokan cadangan beras pemerintah (CBP) sebesar 1,2 juta ton.
Dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya, stock on hand Bulog di Oktober 2022 ini paling kecil. Ini karena, jumlah beras kurang dari 1 juta ton. Padahal, pemerintah membutuhkan beras dalam jumlah besar untuk terus disalurkan ke berbagai wilayah hingga akhir tahun demi menjaga stabilitasi harga beras dalam negeri.
Tak dipungkiri juga, hingga Senin (24/10/2022) harga gabah kering panen (GKP) di level petani naik 13,5 persen dan gabah kering giling (GKG) meningkat 9,2 persen. Adapun harga beras medium tercatat naik sekitar 4,2 persen menjadi rata-rata Rp 10.700 per kg, di atas HET beras medium sebesar Rp 9.450 per kg - Rp 10.250 per kg.
Gonjang-ganjing stok beras yang menipis dan harga beras yang turut naik pun kritik dari sejumlah pihak. Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), Ali Usman menilai, minimnya jumlah volume beras yang dimiliki Bulog saat ini merupakan dampak dari kebijakan pemerintah yang mengubah skema bantuan sosial berupa beras.
Sebelum 2019, pemerintah hanya menyalurkan bantuan beras melalui Bulog sehingga stok di Bulog bisa mencapai 3 juta ton. Namun saat ini, setelah skema diubah di mana penyalur beras tak hanya Bulog dan penerima bantuan bebas memiliki jenis pangan, Bulog tak lagi memiliki kepastian pasar.
Itu membuat Bulog melakukan kalkulasi seberapa besar pasokan beras ideal yang perlu dikelola agar tidak memberatkan operasional perusahaan dalam mengelola stok tanpa kepastian pasar.
"Efek samping dari kebijakan bansos selama ini, tidak diberikan ke lembaga stabilitator. Sudah ada, tapi tidak diberikan marketnya. Artinya buat apa pemerintah membuat Bulog, tapi beras tidak diserap," katanya.
Menipisnya cadangan beras pun menimbulkan pertanyaan terhadap hasil dari program pemerintah dalam membuat food estate atau lumbung pangan baru. Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) menilai, semestinya food estate bisa digunakan untuk menjaga cadangan beras tetap optimal dan mencegah adanya fluktuasi harga.
"Situasi saat ini membuat kita jadi bertanya, produksi beras dari food estate itu bagaimana?" kata Koordinator Nasional KRKP, Said Abdullah kepada Republika.co.id, Senin (31/10/2022).
Kendati beras menjadi bahan pangan yang paling dikuasai pemerintah, nyatanya masih belum lepas dari persoalan. Setidaknya itu ditengarai tren kenaikan harga menjelang akhir tahun dan menipisnya cadangan beras di Bulog, memberikan kekhawatiran masa kritis beras yang biasa terjadi di momen pergantian tahun.
Situasi itu menjadi pertaruan besar karena baru-baru ini, Indonesia mendapat penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) karena telah mencapai swasembada beras dalam tiga tahun terakhir.
Atas kondisi menipisnya cadangan beras pemerintah dan naiknya harga beras di pasaran itu pula, telah menjadi perhatian serius Presiden Jokowi. Presiden bahkan harus menggelar rapat untuk membahas ketersediaan stok beras bersama sejumlah jajarannya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, (31/10/2022).
Dalam kesempatan itu, Jokowi meminta Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo untuk mengecek secara faktual stok beras nasional yang ada saat ini. Namun, berdasarkan data dan neraca yang dimiliki oleh Kementerian Pertanian, saat ini ketersediaan beras nasional masih cukup.
Bahkan, dari prognosis yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras pada tahun ini merupakan yang tertinggi. Pada panen tertinggi Maret-April, itu di atas 18,3 juta (ton), kemudian panen kedua kita pada Agustus, September, Oktober itu bahkan 13 koma sekian (juta ton).
Hanya saja, data BPS juga menunjukkan bahwa sekarang stok-stok itu ada 60 persen di tangan rakyat (petani). Meskipun demikian, Presiden Jokowi memerintahkan jajarannya untuk menambah stok beras melalui beras cadangan yang ada di Badan Urusan Logistik (Bulog).
Ini karena, Jokowi tidak ingin masyarakat Indonesia mengalami krisis pangan seperti yang terjadi pada puluhan negara lainnya akibat krisis global. Sehingga, kebutuhan bahan pokok, khususnya beras ini, harus benar-benar dijaga ketersediaannya.
Untuk itu pula, Presiden resmi menekan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah atau CPP untuk 11 komoditas pangan. Pengadaan cadangan pangan ini nantinya akan menugaskan Perum Bulog dan Holding BUMN Pangan sebagai pengelola CPP.
Badan Pangan ini nantinya diharapkan dapat mengeksekusi secara tepat jumlah cadangan pangan yang dibutuhkan sekaligus dan penyalurannya. Sebab, Badan Pangan telah diberikan kewenangan dan dapat menentukan kebijakan.
Di sisi lain, Bulog menyatakan, situasi perberasan dalam negeri tetap aman sembari mengupaya penyerapan gabah petani untuk menambah pasokan CBP. Bahkan, untuk kebutuhan rutin Bulog yakin ini masih bisa teratasi.
"Bicara cukup, ya cukup. Asalkan tidak ada isu yang membuat masyarakat panik," kata Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaluddin Iqbal kepada Republika.co.id, Selasa (25/10/2022).
Rata-rata kebutuhan operasi pasar Bulog per bulan sekitar 200 ribu ton. Dengan kata lain, Bulog masih memiliki ketahanan pasokan selama tiga bulan hingga Januari 2023. Sementara, pasokan akan kembali bertambah signifikan di bulan Februari seiring masuknya musim panen raya rendeng.
Sejalan dengan Bulog, Aliansi Petani Indonesia (API) pun menyatakan, produksi gabah dari petani masih melimpah dan akan mencukupi hingga musim panen raya berikutnya di awal depan. Kenaikan harga gabah yang terjadi saat ini lantaran hasil panen yang optimal sehingga berdampak pada harga jual yang lebih tinggi.
Karenanya, Sekretaris Jenderal API Nuruddin berharap, importasi beras tidak diperlukan. Namun, dia justru meminta, agar pemerintah melalui Bulog dapat menyerap langsung produksi petani. Semoga krisis pagan akibat ketiada stok pangan beras, tidak terjadi di negeri ini.