Kamis 03 Nov 2022 06:30 WIB

Pernikahan Penuh Tekanan Bisa Bahayakan Kesehatan Jantung

Ada kaitan antara hubungan pernikahan yang penuh tekanan dengan kesehatan jantung.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Perempuan depresi (Ilustrasi). Stres yang dialami dalam kehidupan sehari-hari seseorang, seperti stres dalam perkawinan, dapat berdampak pada pemulihan orang dewasa muda setelah serangan jantung.
Foto: Pixabay
Perempuan depresi (Ilustrasi). Stres yang dialami dalam kehidupan sehari-hari seseorang, seperti stres dalam perkawinan, dapat berdampak pada pemulihan orang dewasa muda setelah serangan jantung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terbaru menjumpai keterkaitan antara tekanan dalam pernikahan dengan kesehatan jantung untuk orang yang berusia di bawah 55 tahun. Hubungan antara suami istri yang penuh tekanan dinilai berpotensi membahayakan kesehatan jantung.

"Temuan kami mendukung bahwa stres yang dialami dalam kehidupan sehari-hari seseorang, seperti stres dalam perkawinan, dapat berdampak pada pemulihan orang dewasa muda setelah serangan jantung," ujar penulis utama studi, Cenjing Zhu. 

 

Zhu mengatakan, stres tambahan di luar stres perkawinan, seperti ancaman finansial atau stres di tempat kerja, mungkin turut berperan. Penelitian pendahuluan akan dipresentasikan pada American Heart Association’s Scientific Sessions 2022 di Chicago, Amerika Serikat, 5-7 November 2022.

 

Studi meneliti 1.593 orang dewasa muda dalam rentang usia 18-55 tahun yang dirawat karena serangan jantung di salah satu dari 103 rumah sakit yang berlokasi di 30 negara bagian AS. Seluruh peserta sudah menikah atau dalam "hubungan berkomitmen" ketika mengalami serangan jantung. 

 

Lebih dari 66 persen dari peserta penelitian adalah perempuan. Sebulan setelah serangan jantung, peserta studi diminta untuk mengisi kuesioner skala stres perkawinan Stockholm. Dari hasilnya, dilakukan penilaian terkait tingkat stres perkawinan, mulai dari skala "tidak ada/ringan", "sedang", hingga "berat".

 

Kondisi para peserta terus dipelajari selama satu tahun setelah serangan jantung. Zhu dan rekan penulisnya menemukan bahwa orang-orang yang memiliki tingkat stres berat punya skor 1,6 poin lebih rendah dalam kesehatan fisik dan 2,6 poin lebih rendah dalam kesehatan mental, dibandingkan dengan peserta tanpa stres atau tingkat stres ringan.

 

"Peserta yang melaporkan tingkat stres yang parah punya skor hampir lima poin lebih rendah dalam kualitas hidup secara keseluruhan, dan delapan poin lebih rendah dalam kualitas hidup ketika diukur dengan skala yang dirancang khusus untuk pasien jantung," kata Zhu.

 

Peserta yang memiliki tingkat stres "parah" hampir 50 persen lebih mungkin untuk dirawat kembali di rumah sakit karena sebab apa pun. Itu jika dibandingkan dengan yang tidak mengalami stres perkawinan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement