REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat jamu Puri Lestari mengatakan masyarakat Indonesia sudah banyak melupakan profil rasa jamu. Hal tersebut karena sudah semakin hilangnya tradisi mengonsumsi jamu.
"Untuk yang biasa minum jamu karena sudah dikasih dari kecil untuk daya tahan, kalau kita-kita di urban sudah hilang tradisi itu karena sudah ada yang kimiawi. Tapi kan efeknya beda," ucapnya saat ditemui dalam acara 'Rasasastra Union' di Jakarta, Ahad (6/11/2022).
Melalui literasi rempah bersama Rasasastra ini, ia ingin mengembangkan profil rasa dari jamu yang sudah banyak dilupakan masyarakat saat ini. Yaitu dengan preferensi rasa yang lebih akrab di lidah melalui usaha menjual jamu botolan yang dirintisnya.
"Kalau jamu ini ingin kita kemas lagi dengan profil rasa yang bisa lebih masuk ke lidah sekarang seperti apa, karena kita sudah kehilangan kosa rasa tentang rempah itu sendiri," ucap Puri.
Menurut Puri, hilangnya kebiasaan masyarakat mengonsumsi jamu juga dikarenakan memori rasa pahit setiap mengonsumsi jamu dan selalu identik sebagai obat. Maka itu ia ingin menjadikan konsumsi jamu sebagai bagian dari keseharian seperti kopi, dan menggeser stigma bahwa jamu identik dengan obat dan rasa pahit.
Pengusaha jamu ini juga bekerja sama dengan Yayasan Negeri Rempah, ingin menjadikan petani rempah Indonesia bisa menyaingi negara lain dalam hal ekspor komoditas rempah dengan melakukan pendampingan. "Di Yayasan Negeri Rempah ini sebenarnya kita banyak pendampingan untuk teman-teman UMKM yang mungkin punya akses ke petani rempah diambil dengan harga yang lebih baik dari tengkulak, dikemas bagus dan dijual," ucapnya.
Namun masih ada beberapa kendala yang dihadapi petani rempah Indonesia seperti kapasitas produksi yang tidak stabil karena masih bergantung dengan cuaca. Sehingga belum memenuhi standar untuk ekspor komoditas ke luar negeri.