REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Prof DR dr Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP mengatakan, gejala pada kanker paru kerap tidak nampak ketika penyakit berada di stadium awal. Akibatnya, data saat ini menunjukkan bahwa 60 persen pasien kanker paru datang dalam stadium lanjut.
ru menjelaskan kanker paru memiliki gejala yang serupa dengan penyakit umum lainnya seperti TBC. Karena itu, penting bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan tentang faktor risiko, gejala, dan perawatan yang tersedia termasuk modalitas diagnosis kanker paru sehingga kanker paru dapat diobati dengan tepat.
“Kanker paru adalah jenis kanker yang angka kejadiannya paling tinggi pada laki-laki di Indonesia dengan 95 persen kanker paru akibat lingkungan serta gaya hidup, dan kebiasaan merokok, dalam hal ini Indonesia menempati posisi nomor satu dalam jumlah perokok laki-laki dewasa di dunia, serta polusi sekitar yang tinggi," kata Aru dalam webinar ‘Pentingnya Diagnosis yang Tepat untuk Kanker Paru’, Selasa (8/11/2022).
Kanker paru dibedakan untuk setiap pasien dari jenis sel dan perubahan sel abnormal. Pengujian biomarker akan menunjukkan mutasi spesifik pada sel Kanker.
Pengujian biomarker penting karena dapat mendeteksi adanya penanda bilogis (biomarker) spesifik yang dapat membantu pemilihan terapi yang telah tersedia di Indonesia. Berdasarkan data Globocan 2020, di Indonesia terlihat dua masalah kanker paru, yaitu jumlah kasus paru yang terus meningkat dan hanya dapat diatasi dengan melakukan pencegahan atau pengendalian faktor risiko kanker paru.
Masalah kedua adalah masih buruknya prognosisnya dibanding kanker lain, yaitu dengan pendeknya angka harapan hidup akibat sebagian besar penyakit ditemukan pada stadium lanjut.