REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produsen keju hingga pabrik semen, semuanya perlu mengatur panas dan dinginnya suhu udara dalam proses produksi produk mereka. Minyak dan gas menjadi bahan bakar utama yang dipakai oleh industri untuk mengontrol suhu.
Dengan murahnya harga bahan bakar fosil dalam waktu sekian lama, industri memiliki sedikit insentif untuk memasang teknologi yang lebih berkelanjutan. Namun, perang di Ukraina dan lonjakan tajam harga gas. Hal ini memaksa para pengusaha untuk memikirkan kembali sumber energi mereka.
Di sinilah pompa panas mulai banyak dipakai. Produsen sistem pemanas ramah iklim dengan menggunakan pompa panas pun mengatakan bahwa mereka mendapatkan lebih banyak pesanan dari pabrik-pabrik.
Bagaimana pompa panas bekerja?
Perangkat pompa panas bekerja dengan mengekstraksi kehangatan dari udara, tanah, air, atau limbah panas yang dihasilkan dalam proses industri. Perangkat ini dapat digunakan untuk menghangatkan bangunan atau untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan dalam proses manufaktur industri.
Pompa panas biasa yang kebanyakan dipakai di Eropa agar rumah tetap hangat di musim dingin dapat menghasilkan panas hingga mencapai suhu 95 derajat Celsius. Namun, suhu ini tidak cukup tinggi bagi banyak proses manufaktur.
Saat ini, pompa panas suhu tinggi jenis khusus bisa mencapai 165 Celsius, sementara beberapa pompa panas yang masih tengah dikembangkan mampu mencapai suhu 300 derajat Celsius. Di masa depan, pompa panas diperkirakan akan bisa memasok 30 persen dari panas yang diperlukan untuk produksi hingga mencapai 400 derajat Celsius, menurut sebuah studi baru-baru ini oleh Badan Energi Internasional.
Namun, saat ini beberapa industri sudah menggunakan pompa panas skala besar dengan hasil yang positif.