REPUBLIKA.CO.ID, Oleh M. Rofie Hariyanto, Koordinator Harian dan Manajer Sertifikasi LSP KPK
Sebelumnya pada enam tahun lalu, hari-hari kami berkantor di gedung KPK Jakarta bisa dihitung jari. Dalam seminggu, terkadang hanya sehari saja kami di belakang meja, sisanya berkeliling ke daerah-daerah di Indonesia. Tegur sapa dengan rekan kerja acapkali hanya di bandara, itu pun sekejap sebelum kami berpisah menuju tujuan tugas masing-masing.
Saat itu para pegawai KPK bertebaran ke seantero Tanah Air membawa misi pendidikan antikorupsi. Mengunjungi kota hingga kabupaten, kami mengadakan seminar, simposium, atau temu komunitas masyarakat menjelaskan jenis-jenis korupsi, dampaknya, dan bagaimana cara memberantasnya.
Pendidikan antikorupsi memang telah lama jadi urat nadi KPK, dan kami di Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) kala itu bertugas memastikan wawasan tersebut tersampaikan. Tujuannya tentu untuk memutus rantai korupsi melalui pendidikan.
Tapi ini adalah tugas yang memakan waktu lama dan melelahkan. Tidak ada jaminan masyarakat di daerah yang dididik KPK serta merta menentang korupsi selepas kami pergi. Pun tidak ada jaminan pengetahuan yang kami sampaikan bisa tersebar luas, tidak hanya menetap pada orang-orang yang kami temui.
Dengan pegawai KPK yang jumlahnya sedikit dan hanya berpusat di Jakarta, memonitor wawasan antikorupsi di daerah-daerah Indonesia agaknya sedikit muskil. Berkunjung-mendidik-pulang-berkunjung akan jadi siklus yang sangat melelahkan dan tak berujung.
Fakta itu kami insafi betul. Sampai suatu saat kami melihat potensi-potensi sumber daya di setiap daerah yang kami kunjungi, baik dalam bentuk kearifan lokal antikorupsi maupun sumber daya manusianya. Ada orang-orang yang punya semangat antikorupsi yang tinggi. Kebencian mereka terhadap korupsi seakan sudah di ubun-ubun, sehingga antusiasme untuk membasminya sangat luar biasa. Orang-orang seperti merekalah yang dapat jadi tumpuan kami dalam menyebar ideologi antikorupsi.
Tapi semangat saja tidak cukup. Orang-orang ini mesti "dipersenjatai" dengan wawasan yang mumpuni, standar integritas yang sama, dan kompetensi yang tidak dipertanyakan lagi. Strategi akhirnya disusun untuk menciptakan standardisasi penggawa antikorupsi yang kemudian secara nomenklatur dinamakan Penyuluh Antikorupsi (Paksi). Korupsi adalah kejahatan luar biasa, sehingga mengatasinya harus pakai strategi yang luar biasa juga.
Pada awal 2016 atas restu Pimpinan, kami mulai merangkak mewujudkan strategi tersebut. Bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan pemangku kepentingan antikorupsi lainnya, KPK berhasil menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Sektor Antikorupsi, yaitu SKKNI 303 tahun 2016 tentang Penyuluh Antikorupsi (PAKSI) dan SKKNI 338 tahun 2017 tentang Ahli Pembangun Integritas (API).
SKKNI ini menjadi dasar pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) KPK. Ketika itu kami bergerak dalam gelap, karena awamnya kami tentang sertifikasi dan kerja LSP. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang dengan sabar menerangi jalan kami, sehingga pada 10 November 2017 LSP KPK secara resmi didirikan dan mendapatkan lisensi dari BNSP.
Singkat cerita setelah melalui berbagai proses persiapan, akhir 2017 sertifikasi Paksi yang pertama dilakukan dengan peserta para pegawai kementerian dan lembaga. Akhir 2018, giliran sertifikasi Ahli Pembangun Integritas (API). Jika Paksi bertugas memberi penyuluhan antikorupsi ke masyarakat, maka API membantu membentuk sistem yang antikorupsi di perusahaan dan lembaga.
KPK memang mempersiapkan Paksi dan API untuk menjadi mitra dalam menyebarkan paham antikorupsi dan tata kelola yang berintegritas, tapi tak mengira gerakannya akan semasif ini. Lima tahun berdirinya LSP KPK yg kini di bawah Kedeputian Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, sudah ada 2.613 Paksi dan 305 API yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Profesi mereka beragam, mulai dari mahasiswa, ibu rumah tangga, guru, dosen, ASN, pengacara, polisi, hakim hingga para pejabat eselon I. Forum dan Komunitas-komunitas Paksi - API bermunculan, hingga kini ada 41 Forum Paksi API seluruh Indonesia dan lebih dari 200-an komunitas yang mengajak kolaborasi untuk menyebar nilai-nilai suci.
Paksi API adalah semangat-semangat tersembunyi yang kini bermunculan ke permukaan. Dengan rompi biru muda dan abu-abunya yang khas, Paksi API telah menjadi ikon gerak akar rumput melawan korupsi. Mereka adalah orang-orang yang paham betul kearifan lokal daerahnya, sehingga sosialisasi antikorupsi bisa tepat sasaran. Saat ini mereka sibuk berat, menjadi point of contact pihak-pihak yang mengadakan pelatihan-pelatihan antikorupsi di berbagai lembaga atau pemerintah daerah.
Tidak hanya cara konvensional melalui kelas atau seminar, Paksi menyebarkan nilai antikorupsi dan integritas dengan cara-cara kreatif. Memanfaatkan media sosial, mereka mendongeng, bermain game, atau bernyanyi yang kesemuanya untuk meneriakkan antikorupsi ke telinga masyarakat, dari anak-anak hingga orang dewasa.
Paksi mengajak masyarakat untuk bangkit melawan korupsi dengan menanamkan nilai-nilai integritas dalam diri. Diri yang berintegritas akan sulit goyah diterpa godaan korupsi. Karena hal terkecil yang bisa dilakukan untuk melawan korupsi adalah dengan tidak korupsi.
Salah satu hal yang membuat hati kami hangat, kerja keras Paksi API ini dilakukan secara pro bono, sebuah spirit volunterisme yang sejati. Mereka berlelah-lelah mengikuti sertifikasi, lalu mengadakan kegiatan yang tak jarang menguras kocek. Tak sedikit Paksi yang menempuh berjam-jam perjalanan darat, udara atau terombang-ambing di lautan, demi menuju tempat penyuluhan antikorupsi.
Bayaran bagi mereka adalah kebahagiaan bisa mengajak orang-orang menuju jalan lurus yang berintegritas. Jalan kebajikan ini memang beronak duri, namun layak ditapaki untuk mencapai tujuan kita semua: Indonesia yang bebas dari korupsi.
Keberadaan Paksi dan API memberikan harapan di negeri ini. Bahwa masih banyak orang-orang baik yang peduli nasib bangsa dan sesama. Tidak sedikit ASN yang menjadi Paksi atau API, menunjukkan bahwa nasib birokrasi akan cerah di masa depan. Paksi dan API jadi bukti, bahwa tidak semua masyarakat antipati dan hilang asa pada upaya pemberantasan korupsi.
Jika dibandingkan jumlah masyarakat Indonesia, Paksi dan API memang masih tergolong sedikit. Suara mereka memang masih sayup-sayup terdengar. Tapi bukankah gelombang besar dimulai dari riak kecil? Paksi menggetarkan mulai dari bawah, memicu riak di permukaan, bergulung menjadi ombak, lalu meninggi menjadi tsunami yang meluluhlantakkan sifat-sifat koruptif.
Di Hari Pahlawan ini, tidak berlebihan jika saya menyebut Paksi dan API bukan hanya Penyuluh Antikorupsi dan Ahli Pembangun Integritas, tapi lebih dari itu: Pahlawan Antikorupsi. Perjuangan kita memang masih panjang, jalan terjal masih terbentang di depan. Tetapi kehadiran Paksi dan API adalah wujud dukungan masyarakat Indonesia yang menguatkan punggung kami untuk tegak berdiri, berjalan bersama melawan korupsi.