REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kasus obesitas kalangan dewasa di Indonesia terus meningkat dan berlipat ganda selama dua dekade terakhir. Gaya hidup tidak sehat, kemudahan akses untuk mendapatkan makanan atau minuman, kurangnya aktivitas fisik, bahkan periode di rumah saja selama pandemi pun turut mendukung peningkatan angka kasus obesitas secara konsisten.
Beragam metode mulai dari berbagai macam pola diet, penggunaan obat-obatan herbal dan kimia, baik yang penggunaannya diminum maupun disuntikkan, olahraga intens, hingga memilih jalur bedah kosmetik, tidak jarang dipilih sebagai langkah untuk mendapatkan berat badan ideal dengan cepat. Ada yang berhasil, sayangnya lebih banyak yang tidak memberikan hasil optimal, bahkan berujung pada kenaikan kembali berat badan melebihi berat badan sebelumnya (yo-yo effect).
Dokter spesialis bedah subspesialis bedah digestif RS Pondok Indah – Pondok Indah, Dr dr Peter Ian Limas, SpB, SubSp. BDig, menjelaskan, bedah bariatrik hadir sebagai opsi lebih efektif untuk menangani kasus obesitas. Dengan tingkat kesuksesan tinggi untuk menurunkan berat badan, tindakan bedah bariatrik juga terbukti bermanfaat bagi pasien yang memiliki komorbid diabetes, hipertensi.
"Efek dominonya dapat mengurangi bahkan menghilangkan risiko gangguan jantung dan ginjal, stroke, hingga kanker," ujarnya dalam acara Konferensi Pers RSPI Group - Bedah Bariatrik, Solusi Bebas Obesitas, Jumat (11/11/2022).
Namun, perlu diingat, keseluruhan manfaat dari tindakan bedah bariatrik dapat dicapai secara optimal jika didukung oleh komitmen dan konsistensi yang kuat dari pasien dalam mengubah gaya hidup mereka, sepanjang usia.
Jenis bedah bariatrik yang paling sering dilakukan adalah sleeve gastrectomy, Roux en Y gastric bypass dan single anastomosis duodeno-ileal bypass with sleeve gastrectomy (SADI). Ketiga tindakan ini sama-sama memiliki hasil akhir penurunan berat badan karena adanya modifikasi saluran pencernaan pasien. Hal ini memengaruhi pola makan dan penyerapan makanan dalam tubuh.
Tindakan bedah bariatrik diperuntukkan pada pasien dengan indeks massa tubuh (IMT) di atas 35 tanpa komorbid atau IMT di atas 30 yang memiliki komorbid diabetes ataupun hipertensi, dan atau telah gagal menurunkan berat badan dengan perubahan gaya hidup (diet dan olahraga).
Sebelum melakukan tindakan, pemeriksaan awal akan dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan jantung, USG dengan teropong (endoskopi) untuk melihat kondisi kerongkongan dan lambung, serta pengecekan sleep study untuk mengetahui ada tidaknya kondisi sleep apnea.
"Begitu hasil pemeriksaan didapat, pasien pun diwajibkan untuk berkonsultasi dengan beberapa dokter seperti dokter spesialis gizi klinik, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dokter spesialis penyakit dalam dengan kompetensi sesuai dengan kebutuhan pada saat sebelum dan sesudah tindakan bariatrik, serta dokter spesialis anestesi."
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut akan menentukan layak tidaknya seseorang menjalani prosedur bariatrik dan juga menjadi faktor penentu tindakan bedah bariatrik apa yang sesuai untuk dilakukan. Pasien pun diimbau untuk menjalani diet rendah kalori (1.000 kilo kalori) selama sekitar dua minggu sebelum tindakan. Hal ini dilakukan untuk mengecilkan organ hati sehingga tidak menutupi lapang pandang ketika dilakukan tindakan bedah bariatrik.