REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya tindak kekerasan suami terhadap istri dan anak membuat prihatin semua pihak. Apalagi, KDRT yang berujung hilangnya nyawa seorang anak, seperti yang terjadi di Depok, Jawa Barat. Hal ini dianggap sebagai puncak KDRT yang berbasis gender ekstrem.
Padahal mestinya, seorang suami adalah pemimpin keluarga yang melindungi istri dan anaknya. Bukan penganiaya atau pelaku tindak kekerasan.
Kondisi susah mendapatkan pekerjaan, ditambah lemahnya iman menjadikan suami stres dan nekat melakukan KDRT. Seyogianya, negara mampu menyediakan lapangan kerja kepada para lelaki/suami.
Jadi, mereka bisa menafkahi dan memimpin keluarga secara makruf. Walhasil, kehidupan suami-istri yang harmonis pun bisa terwujud.