Senin 14 Nov 2022 00:02 WIB

Ahli Syaraf: Kasus Strok Mulai Merambat ke Usia Muda

Strok yang umumnya dialami pasien usia 50-60 tahun, kini menjangkit usia 40 tahun.

Gangguan neurologi seperti penyakit strok mulai merambat ke warga usia muda.
Foto: Pixabay
Gangguan neurologi seperti penyakit strok mulai merambat ke warga usia muda.

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG – Ahli bedah syaraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RS Dr Soetomo Dr. dr. Asra Al Fauzi, SE, MM, Sp.BS (K), FICS, IFAANS menyebut gangguan neurologi seperti penyakit strok mulai merambat ke warga usia muda. Penyakit strok yang umumnya dialami pasien usia 50-60 tahun, kini menjangkit masyarakat usia 40 tahun.

Kondisi ini sempat dialami sejumlah negara G20 lebih dari 20 tahun lalu. "Harus saya sampaikan bahwa khususnya strok itu angkanya selalu meningkat, bahkan bergeser ke usia muda, dan tercatat bahwa strok dan kelainan jantung adalah penyebab nomor satu kematian di Indonesia," kata dokter Asra dalam pertemuan forum Neuroscience20 (N20) di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali.

Baca Juga

"Tingkat kematian, saya belum tahu datanya, tetapi kecenderungan usia lebih muda yang kena strok semakin meningkat. Sehari-hari rumah sakit bisa menerima lima sampai 10 kasus, dan satu sampai dua kasus terkadang membutuhkan tindakan emergency," ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini terjadi karena bagian dari proses globalisasi, cara hidup metropolitan yang tidak sehat mengubah gaya hidup masyarakat sejak usia muda. Untuk itu, menjaga pola hidup sehat menjadi kunci dasar menurutnya.

Dalam pertemuan ahli syaraf negara-negara G20 itu, persoalan gangguan neurologi menjadi sebuah topik penting, di mana para ahli berpengalaman akan merumuskan rekomendasi untuk kebijakan dalam menangani penyakit ini. "Memang akhir-akhir ini sedang digalakkan dengan meningkatkan penyediaan sumber daya dokter terkait kelainan strok, kedua meningkatkan fasilitas yang merata bukan terpusat di kota-kota besar dan itu perlu waktu. Semoga dengan bantuan rekomendasi lebih mempermudah karena mereka berpengalaman," kata dokter Asra.

Dokter sekaligus kepala kantor urusan luar negeri FK Unair itu mengungkapkan bahwa penyakit stroke menyedot anggaran tertinggi nomor tiga di Indonesia, sehingga permasalahannya tak hanya bagi masyarakat. "Semua negara G20 merasakan karena penyakit-penyakit kelainan syaraf ini kalau sudah kena sangat merugikan negara, menyedot biaya, karena kalau ada asuransi seperti kita BPJS Kesehatan akan menyedot biaya, jadi rugi, harus dicegah," ujar Asra Al Fauzi.

Untuk itu, dalam forum N20 yang digagas oleh Society for Brain Mapping and Therapeutics (SBMT) bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dilakukan diskusi mendalam dengan mengumpulkan data soal jumlah penyakit, fasilitas layanan kesehatan, jumlah dokter, dan data demografi untuk merumuskan solusi. Di lokasi yang sama, Dekan FK UNAIR, Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG, Subs.F.E.R sepakat soal kondisi gangguan neurologi seperti strok yang menjadi masalah cukup berat bagi negara.

Seringkali, kata dia, strok bersifat kronis dan mengancam nyawa, beban negara untuk penanganannya juga berat, sehingga kini pemerintah menempatkannya dalam jajaran penyakit prioritas. "Keseriusannya (pemerintah) ini ditunjukkan salah satunya di Surabaya, Jawa Timur, Kemenkes baru saja melakukan peletakan batu pertama pembangunan Tower Rumah Sakit Katostropik atau penyakit yang membutuhkan perawatan lama dengan biaya tinggi, salah satunya strok," ujar Dekan FK Unair.

Ia melihat, momentum G20 tepat digunakan untuk membahas hal ini. Dengan itu, Budi berkomitmen bahwa FK Unair akan terus berkontribusi dalam setiap inisiatif serupa apalagi berkaitan dengan penguatan pendidikan kesehatan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement