Rabu 23 Nov 2022 10:42 WIB

Disrupsi Dinilai Jadi Peluang Indonesia Bangkitkan Industri

Ancaman krisis yang saat ini dihadapi justru menjadi peluang emas bagi Indonesia.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Konferensi Internasional The Global Advanced Research Conference on Management and Business Studies (Garcombs) 2022 yang digelar Program Studi Doktor Ilmu Manajemen (DIM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad).
Foto: Istimewa
Konferensi Internasional The Global Advanced Research Conference on Management and Business Studies (Garcombs) 2022 yang digelar Program Studi Doktor Ilmu Manajemen (DIM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kompleksitas tantangan dan beragam disrupsi yang terjadi saat ini, justru menjadi peluang bagi Indonesia untuk membangkitkan industrinya. Sekaligus, membangun resiliensi dari negara ini. Salah satunya melalui optimalisasi sumber daya mineral, seperti nikel yang menjadi bahan baku industri baterai.

Hal tersebut, terungkap dalam Konferensi Internasional The Global Advanced Research Conference on Management and Business Studies (Garcombs) 2022 yang digelar Program Studi Doktor Ilmu Manajemen (DIM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad), akhir pekan lalu.

Menurut Professor International Economics at the Osnabruck University of Applied Science, Jerman Prof Dr Peter Mayer, saat ini kita tengah hidup dalam era disrupsi. Diperkirakan masih akan ada gangguan lain yang akan datang. Sehingga membangun ketahanan merupakan hal yang krusial.

Ancaman krisis yang saat ini dihadapi, kata dia, justru menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk membangkitkan industrinya. Mengingat, negara ini memiliki bahan baku mineral yang sangat dibutuhkan untuk mendukung transisi energi. 

Namun, untuk mengoptimalkan peluang tersebut Indonesia harus berkolaborasi dengan berbagai perusahaan dari negara lain untuk melakukannya. “Saat ini banyak perusahaan di Jerman dan negara lainnya tengah mereorinetasi tujuan investasinya dari China. Indonesia perlu berkolaborasi untuk hal ini,” ujar Peter.

Peter mengatakan, di tengah kompleksitas gangguan saat ini, resiliensi merupakan karakteristik kunci yang butuhkan untuk ekonomi dan bisnis. Yakni, dimulai dari level individu, industri atau perusahaan, hingga masyarakat. Adapun dimensi dari resiliensi yang harus menjadi perhatian adalah situasi sosial dan ekonomi, geopolitik, dimensi hijau, dan dimensi digital.

“Kita harus memiliki masyarakat yang resiliens. Jika ekonomi dan sistem sosial fragile, maka kita tidak akan bisa bertahan ketika dihadapkan dengan gangguan ekonomi makro dan volatilitas. Maka tugas pertama adalah melihat instabilitas, risiko, serta kondisi sosial dan ekonomi,” paparnya.

Menteri Perindsutrian Agus Gumiwang mengatakan, ekonomi sirkular merupakan langkah yang tepat untuk mendukung keberlangsungan proses produksi. Efisiensi sumber daya bahan baku diperlukan untuk menghindari eksploitasi sumber daya alam. Dipaparkan, dengan jumlah penduduk yang mencapai 268 juta jiwa, Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah

Jika konsep ekonomi sirkular tidak diimplementasikan, kata dia, maka kita menghadapi menipisnya sumber daya alam, krisis iklim, dan degradasi lingkungan. Oleh karena itu, Indonesia mengadaposi srikular ekonomi dan mencantumkan dalam RPJMN sebagai prioritas nasional dengan tujuan pengamanan ekonomi dan pembangunan rendah karbon untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. 

Ratusan akademisi dari tujuh negara terlibat pada konferensi internasional Garcombs dengan tema Rethinking and Creating Resilience to Enhance Industry and Business Sustainability” yang digelar secara hybrid dari Hotel Savoy Homann.

Ketua Program Studi DIM Prof. Yudi Azis, ratusan paper tersebut banyak membahas persoalan ekonomi saat ini dan tantangan kedepan. Termasuk menampung masukan terhadap keilmuan manajemen dan bisnis. Masukan yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi mitigasi para pengambil kebijakan dalam mengambil keputusan ekonomi ke depan. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement