REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kolesterol tinggi merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit jantung. Pada sebagian orang, masalah kolesterol tinggi bisa memunculkan xanthelasma di area mata.
Xanthelasma adalah deposit kolesterol berwarna kekuningan yang tumbuh di sekitar area kelopak mata. Xanthelasma bisa memiliki tampilan yang rata atau sedikit menonjol.
"Bila Anda menemukan pertumbuhan seperti ini pada area kulit mana pun, periksakan ke dokter," ujar American Academy of Dermatology Association, seperti dilansir Express, Kamis (24/11/2022).
Kemunculan xanthelasma biasanya menandakan adanya kadar kolesterol darah yang tak sehat di dalam tubuh. Bila masalah ini ditemukan dan diobati lebih dini, beragam risiko penyakit jantung yang berpotensi mengancam jiwa bisa dicegah.
Menurut Dr Nicole Bajic, kemunculan xanthelasma paling sering terlihat di bagian atas kelopak mata dan bagian ujung kelopak mata yang dekat dengan hidung. Akan tetapi, tak semua orang dengan kolesterol tinggi akan mengalami xanthelasma. Kemungkinan penderita kolesterol tinggi mengembangkan xanthelasma adalah sekitar 50 persen.
"Kami tidak benar-benar yakin mengapa (xanthelasma) terjadi pada sebagian orang dengan kolesterol tinggi, namun tidak pada sebagian lainnya," kata Dr Bajic kepada Cleveland Clinic.
Sebuah studi dalam British Medical Journal mengungkapkan bahwa kemunculan xanthelasma bisa memprediksi penyakit jantung. Selain itu, xanthelasma juga diketahui dapat memprediksi serangan jantung dan bahkan kematian.
Studi ini mengungkapkan bahwa pria berusia 70-79 tahun yang memiliki xanthelasma berisiko 12 persen lebih tinggi terhadap penyakit jantung. Sedangkan wanita dengan rentang usia sama, memiliki risiko delapan persen lebih tinggi terhadap penyakit jantung bila memiliki xanthelasma.
Yang tak kalah menarik, individu yang dengan xanthelasma yang memiliki kadar kolesterol darah normal juga berisiko lebih tinggi terhadap kematian akibat serangan jantung. Dengan kata lain, meski kemunculannya tak berkaitan dengan kolesterol tinggi, xanthelasma bisa tetap menjadi prediktor dari penyakit jantung.
Studi tersebut dilakukan dengan melibatkan 12.745 orang yang tergabung dalam Copenhagen City Heart Study. Studi ini berlangsung selama 33 tahun.