Jumat 25 Nov 2022 16:10 WIB

Merasa Gelisah Saat Orang Terdekat Stres? Ternyata Ini Hal Wajar

Rasa gelisah yang muncul saat orang lain stres menjadi fenomena psikologis umum.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Rasa gelisah yang muncul saat orang lain stres menjadi fenomena psikologis umum.
Foto: www.freepik.com.
Rasa gelisah yang muncul saat orang lain stres menjadi fenomena psikologis umum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi mengungkap bahwa sensasi gelisah yang dipicu ketika melihat orang lain stres adalah fenomena psikologis yang umum, tepatnya memengaruhi satu dari tiga orang. Disebut sebagai misokinesia, studi ini cukup mengejutkan karena banyak orang tak sadar akan masalah psikologis tersebut.

Menurut peneliti utama sekaligus psikolog dari University of British Columbia (Columbia) di Kanada, Sumeet Jaswal, misokinesia didefinisikan sebagai respons afektif atau emosional negatif yang kuat saat melihat gerakan kecil dan berulang dari orang lain, seperti melihat seseorang menggerakkan tangan atau kaki tanpa berpikir.

Baca Juga

Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, Jawal dan rekan peneliti melakukan eksplorasi ilmiah mendalam dari misokinesia, dan hasilnya menunjukkan bahwa kepekaan yang meningkat terhadap kegelisahan adalah sesuatu yang harus dihadapi oleh banyak orang.

Melalui serangkaian percobaan yang melibatkan lebih dari 4.100 peserta, para peneliti mengukur prevalensi misokinesia dalam kelompok mahasiswa dan orang-orang dari populasi umum, menilai dampaknya terhadap mereka, dan mengeksplorasi mengapa sensasi tersebut dapat terwujud.

"Kami menemukan bahwa kira-kira sepertiga dari mereka melaporkan beberapa tingkat kepekaan misokinesia terhadap perilaku repetitif dan gelisah orang lain seperti yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari," jelas para peneliti seperti dilansir dari Science Alert, Jumat (25/11/2022).

"Hasil ini mendukung kesimpulan bahwa sensitivitas misokinesia bukanlah fenomena yang terbatas pada populasi klinis, melainkan, merupakan tantangan sosial mendasar dan sampai sekarang kurang diakui yang dimiliki oleh banyak orang di populasi umum yang lebih luas," tambah Jaswal. 

Menurut analisis, misokinesia terkadang sejalan dengan sensitivitas suara misofonia, tetapi tidak selalu. Fenomena misokinesia tampaknya sangat bervariasi di antara individu, dengan beberapa orang melaporkan hanya sensitivitas rendah terhadap rangsangan gelisah, sementara yang lain merasa sangat terpengaruh.

"Mereka terkena dampak negatif secara emosional dan mengalami reaksi seperti marah, cemas, atau frustrasi serta berkurangnya kenikmatan dalam situasi sosial, pekerjaan, dan lingkungan belajar. Beberapa bahkan mengurangi kegiatan sosial karena kondisi tersebut," jelas psikolog UBC Todd Handy pada 2021.

Handy mulai meneliti misokinesia setelah seorang rekan mengatakan kepadanya bahwa dia kerap gelisah dan stres ketika orang lain gelisah. "Sebagai ahli saraf kognitif visual, ini sangat menggugah minat saya untuk mengetahui apa yang terjadi di otak," kata Handy.

Dalam studi tersebut, para peneliti melakukan tes untuk melihat apakah misokinesia mungkin berasal dari kepekaan visual-atensi yang tinggi, menyebabkan ketidakmampuan untuk memblokir peristiwa mengganggu yang terjadi di pinggiran visual mereka.

Saat ini penelitian terhadap misokinesia masih tergolong tahap awal, namun para ahli memiliki beberapa petunjuk hipotetis yang ingin mereka kejar di masa depan.

"Satu kemungkinan yang ingin kami jelajahi adalah 'mirror neuron' mereka sedang bermain," kata Jaswal.

Jaswal mengatakan, mirror neuron aktif saat kita bergerak dan saat melihat orang lain bergerak. "Misalnya, saat Anda melihat seseorang terluka, Anda mungkin juga meringis, karena rasa sakitnya tercermin di otak Anda sendiri," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement