REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi menyebut masih banyak tantangan yang dihadapi dalam penanggulangan kasus HIV AIDS di Indonesia. Diketahui, hingga kini HIV AIDS masih menjadi masalah kesehatan global dan nasional.
Ia menyampaikan, meskipun ada tren penurunan dari tahun ke tahun. Namun, secara prevalensi HIV di Indonesia pada sebagian besar wilayah masih 0,26 persen. Bahkan, dua provinsi Papua dan Papua Barat prevalensi HIV masih mencapai 1,8 persen.
“Tantangan penanggulangan HIV di Indonesia ini cukup besar,” ucap Imran dalam konferensi pers secara daring, Selasa (29/11/2022).
Berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2018-2022, terlihat upaya pencegahan penularan HIV khususnya pada perempuan, anak, dan remaja masih belum maksimal. Mayoritas, kasus HIV ini berada di kelompok umur 25-49 tahun.
“Dan setiap tahunnya, masih saja ditemukan anak dengan HIV, di mana ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan dan pengendalian HIV itu masih memerlukan penguatan-penguatan,” sambung Imran.
Imran menyampaikan, kelompok berusia 25-49 tahun ini memiliki porsi sebesar 70,4 persen. Kemudian, diikuti oleh kelompok usia 20-24 tahun dengan porsi 15,9 persen.
Adanya temuan kasus ini terjadi bersamaan dengan mulai menurunnya kasus infeksi baru HIV dari tahun 2010-2022. Tercatat dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, kasus HIV menurun 50 persen dari 52.990 kasus menjadi 26.730 kasus.
Dalam laporan Kemenkes RI, 12.553 anak di bawah usia 14 tahun terinfeksi HIV pada 2010- September 2022. Kasus HIV pada anak juga banyak dialami oleh anak di bawah usia 4 tahun, dengan jumlah 4.764 orang.
“Dan dari 12.500an itu, yang sudah mulai pengobatan (terapi antiretroviral/ARV) itu baru sekitar 4.764. Jadi gapnya juga masih cukup tinggi,” terang Imran.
Masih berdasarkan data tersebut, lebih banyak anak laki-laki terkena HIV dibanding anak perempuan. Jika berbicara masalah akses, ini juga akan terkait dengan bagaimana akses pengetahuan atau akses layanan kesehatan kepada orang tuanya khususnya ibunya.
“Karena mereka biasanya akan tertular penyakit ini dari orang tuanya,” kata Imran.
Selain itu, dia menuturkan bahwa retensi pengobatan ARV yang rendah pun menjadi tantangan besar lain yang menjadi perhatian pemerintah. Di mana hanya 169.767 orang dari 417.778 orang dengan HIV (ODHIV) ditemukan yang berstatus dalam terapi ARV atau hanya 41 persen.
“Jadi kita kalau dilihat dari penemuan kasusnya, itu semakin membaik sebetulnya. Tetapi, kita untuk pemasukan mereka di dalam terapi itu masih belum banyak perbaikan yang signifikan, masih di bawah 50 persen,” ujar Imran.