Kamis 01 Dec 2022 07:59 WIB

Peringati Hari Guru, Al Iman Gelar Seminar Pendidikan

Seminar itu menampilkan pakar dan praktisi Pendidikan sebagai narasumber.

Narasumber Seminar Pendidikan Menjadi Guru Sepenuh Hati, Wujudkan Pendidikan Humanis Menuju Indonesia Emas yang diadakan oleh Sekolah Islam Al-Iman (dari kanan ke kiri): Irwan Kelana, Prof Awaluddin Tjalla, Rahmat Syehani, Khairunnas, Dadeng Wahyudi, Deni Hardiana dan Evi Afrizal Rusdi.
Foto: istimewa
Narasumber Seminar Pendidikan Menjadi Guru Sepenuh Hati, Wujudkan Pendidikan Humanis Menuju Indonesia Emas yang diadakan oleh Sekolah Islam Al-Iman (dari kanan ke kiri): Irwan Kelana, Prof Awaluddin Tjalla, Rahmat Syehani, Khairunnas, Dadeng Wahyudi, Deni Hardiana dan Evi Afrizal Rusdi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional, Sekolah Islam Al-Iman,Bojonggede, Kabupaten Bogor mengelar Seminar Pendidikan. Kegiatan berlangsung Sabtu (26/11/2022) di Sekolah Islam Al-Iman, Bojonggede, Kabupaten Bogor.

Seminar yang mengangkat tema ”Menjadi Guru Sepenuh Hati, Wujudkan Pendidikan Humanis Menuju Indonesia Emas” itu dihadiri oleh para pakar dan praktisi pendidikan sebagai narasumber, di antaranya Prof. Awaludin Tjalla (Guru Besar UNJ), Dr Deni Hadiana (Peneliti BRIN), Dr Rahmat S Syehani (Direktur Nurul Fikri Learning Center), Dr Mirdas Eka Yora (Ketua Yayasan Fajar Hidayah), Dr Dadeng Wahyudi (Anggota DPRD Kabupaten Bogor), dan Irwan Kelana (Penulis dan Wartawan Senior). Seminar dipandu oleh Khairunnas, sebagai moderator.

Baca Juga

Seminar yang dihadiri oleh seluruh jajaran pengurus Yayasan Perguruan Al-Iman dan para guru itu berlangsung dengan lancar. Pembina Yayasan Perguruan Al-Iman, H Evi Afrizal Rusdi mengatakan kegiatan ini diselenggarakan atas kerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya Indonesia Bermutu, Asosiasi Yayasan Pendidikan Islam Indonesia (AYPI), dan DPRD Kabupaten Bogor.

 ”Kegiatan ini kami selenggarakan untuk menumbuhkan optimisme pada para guru untuk menghadapi tantangan dunia pendidikan ke depan,” ujarnya. 

Irwan Kelana, sebagai pembicara pertama menyampaikan bahwa guru memiliki peran yang luar biasa sebagai sumber motivasi dan inspirasi bagi seorang siswa. Dia berkisah tentang pengalamannya waktu di bangku SD, SMP dan . ”Di SD guru saya Pak Sanusi pernah berkata, ‘Suatu hari nanti kalian akanmenaiki mobil, sedangkan Bapak jalan kaki dan saya bangga dan saya akan sampaikan kepada orang-orang bahwa kalian adalah murid saya.’Di SMP guru saya Pak Lubis yang mendorong saya hingga saya memiliki prestasi. Di SMA, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bu Ratnaningsih yang aktif mendorong saya menulis, sehingga menjadi juara lomba menulis dan akhirnya jadi wartawan dan penulis sampai saat ini, ” kenang Irwan pada tiga gurunya yang masih membekas hingga sekarang.

Pembicara kedua, Rahmat S Syehani menyampaikan tantangan yang harus dihadapi oleh guru di masa depan. Jika guru hanya fokus pada konten pelajaran, maka suatu saat guru mungkin akan digantikan oleh robot.

”Pertanyaannya adalah kemanakah peran guru jika semua dimensi hanya fokus penambah pengetahun saja? Seorang cendekiawan dari Thailand, yang meneliti karya Imam Ghazali mengatakan, bahwa kesuksesan pendidikan adalah ketika anak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Artinya jika peran guru hanya sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan, maka tunggulah masanya kita akan habis dan tergerus oleh berbagai kemajuan teknologi dan zaman,” tuturnya.

Peneliti BRIN, Dr Deni Hadiana mengetengahkan teori klasik tapi sangat relevan dengan peran guru, yaitu fungsi pendidikan adalah menggerakan 3 H (Heart, Head, Hand). ”Poin klasik dan sangat mendasar,tugas guru adalah menggerakan 3 H. Manusia jika sudah bisa dididik hatinya, maka otaknya akan bisa digerakkan untuk belajar, dan tangannya bisa bekerja untuk berkarya. Jika guru hanya berpaku pada cara bagaimana mengingat ilmu pengetahuan, maka selesai sudah peran guru,” tukas Deni. 

Prof Awaludin Tjalla menyoroti bahwa karir itu bisa diprediksi melalui proses yangdilalui oleh setiap manusia. Dalam prespektif psikologi, sampai usia 15 tahunkemampuan berbahasa harus dikembangkan pada anak, selanjutnya barumengembangkan kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh anak tersebut.

Menurutnya, jika Indonesia ingin melakukan perubahan, fase pendidikan keluarga tidak boleh putus dengan pendidikan dasar dan menengah, karena siklus pendidikan anak itu dimulai dari keluarga. ”Perkembangan anak itu bermula dari keluarga dan dikembangkan di sekolah,” ujarnya menekankan.

Dr Dadeng Wahyudi, memberi penekanan pada pentingnya pendidikan agama. Dia lantas mengutip ucapan pengasuh Pondok Pesantren Gontor. ”Sebagaimana yang disampaikan Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Kyai Dr H Syukri Zarkasyi MA : At-thorikotu ahammu minal maddah wal mudarisu ahammu minat tharikoh wa ruhul mudaris ahammu minal mudarris yang artinya: Cara atau Metode itu lebihpenting dari pada Materi (Materi pengajaran) dan Guru lebih penting dari Metode dan Ruh (Jiwa ) seorang Guru itu lebih penting lagi dari gurunya sendiri,” ujar Dadeng.

Sementara itu, Ketua Yayasan Fajar Hidayah, Mirdas Eka Yora menyitir perkataan KH Maimun Zubair, “Jangan resah dengan murid yang tidak bisa kita ajar, karena sesungguhnya di situlah letak kebagaiaan seorang guru”. ”Kalau kita masih merasa susah maka tambahkanlah karya kita. Yakinlah dengan amal yang kita perbuat, artinyaketika kita mampu berkarya dengan bagus maka yakinlah kita akan mendapatkan hasil yang sangat luar biasa. Bahwasannya apapun yang dilakukan oleh guru adalah hebat, karena satu-satunya profesi yang didoakan oleh adalah “Guru”,” ujar Mirdas memotivasi para guru yang hadir pada seminar tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement