REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Obat tertentu dapat menurunkan efektivitas pil KB pada program keluarga berencana (KB). Misalnya, obat TBC atau anti epilepsi.
"Pil KB memang sifatnya mengandung hormonal, ada beberapa obat-obatan tertentu yang dapat memengaruhi efektivitas pil KB ini, misalnya obat TBC, obat anti epilepsi," kata dokter spesialis bidan dan kandungan Purnomo Hyaswicaksono dalam diskusi mengenai program KB yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Selain itu, ada beberapa kondisi lain yang juga sebenarnya dapat menurunkan efektivitas dari pil KB, seperti mengalami gangguan liver pada wanita. Itulah yang membuat terkadang penggunaan kontrasepsi masih bisa menyebabkan kehamilani.
"Jadi "kebobolan" terjadi karena salah satu penyebabnya adalah efektivitas dari kontrasepsinya, baik metode maupun alatnya atau obatnya, mengalami penurunan efektivitas," ucapnya.
Dr Purnomo juga menjelaskan, pada saat pemilihan kontrasepsi, sebaiknya pasangan suami-istri berkonsultasi ke bidan atau dokter spesialis terlebih dahulu. Itu penting untuk mengetahui lebih detial terkait penggunaan, kelebihan dan kekurangan, maupun indikasi dan kontraindikasi dari setiap metode kontrasepsi.
Suami juga perlu dilibatkan untuk ikut memilih alat kontrasepsi yang nyaman dan sesuai dengan kondisi tiap pasangan. Dengan begitu, metode kontrasepsi yang dipilih akan lebih efektif.
"Masing-masing kondisi akan memiliki kelebihan dan kekurangan dari jenis KB dan ada beberapa teknik dan cara untuk pemasangan dan penggunaan alat kontrasepsi tersebut. Idealnya saat mempersiapkan kelahiran sudah di diskusikan dengan dokter," ucapnya.
Dr Purnomo menjelaskan saat ini metode kontrasepsi yang banyak dipakai adalah KB spiral atau sering disebut dengan IUD. Ia juga menyampaikan KB hormonal seperti implan, suntik KB tiga bulan, dan pil KB progrestin untuk ibu menyusui juga ideal diberikan pasca persalinan.