REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah perokok aktif berdasarkan survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) di Indonesia mencapai 69,1, juta orang pada 2021, meningkat dari tahun 2011 sebanyak 60,3 juta orang. Padahal, selain bisa meningkatkan risiko sejumlah kanker, merokok juga dapat memperburuk kondisi yang sudah ada sebelumnya, seperti hipertensi alias tekanan darah tinggi.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Hypertension menilai dampak merokok tersebut terhadap kesehatan jantung. Mereka menilai dokumen yang disusun oleh China Nationwide Ambulatory and Home Blood Pressure Registry pada tahun 2020.
Dalam kesimpulannya, para peneliti menyatakan bahwa para perokok berat harus dianggap sebagai target potensial untuk skrining hipertensi terselubung, terutama jika tekanan darah mereka berada dalam kisaran normal atau normal tinggi dan jika mereka adalah pria paruh baya.
"Dalam konteks ini, penelitian di masa depan diperlukan untuk mengembangkan strategi skrining yang optimal dan untuk memahami implikasi tingkat populasi dari penggunaan Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM) atau Home Blood Pressure Monitoring (HBPM) untuk mendeteksi hipertensi terselubung," kata peneliti, seperti dikutip dari laman Express, Kamis (8/12/2022).
Karena itulah, peneliti menyarankan bahwa perokok harus diperiksa untuk menurunkan tekanan darah atau tindakan pencegahan hipertensi. Ini bukan yang pertama dan tentu saja bukan terakhir kali merokok dikaitkan dengan kesehatan jantung yang buruk.
Sebuah studi yang dilakukan oleh John Hopkins University Bloomberg School of Public Health dalam Journal of American College of Cardiology menyimpulkan bahwa merokok meningkatkan risiko gagal jantung dua kali lipat. Mereka menulis bahwa merokok mewakili faktor risiko yang signifikan untuk kedua jenis gagal jantung, fraksi ejeksi menurun, dan fraksi ejeksi yang dipertahankan.
National Health Service (NHS) di Inggris mendefinisikan gagal jantung sebagai suatu kondisi ketika jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh dengan baik. Biasanya, itu terjadi karena jantung menjadi terlalu lemah atau kaku.
Penurunan fraksi ejeksi terjadi ketika ventrikel kiri, pompa utama di jantung, gagal berkontraksi secara memadai saat memompa darah keluar dari jantung. Sementara itu, fraksi ejeksi yang dipertahankan terjadi ketika ventrikel kiri yang sama, pompa utama yang sama, gagal cukup rileks setelah berkontraksi.
Untuk studi ini, para peneliti melihat catatan dari 9.500 orang yang mengambil bagian dalam studi jangka panjang di empat komunitas Amerika. Mereka menemukan risiko gagal jantung meningkat bahkan setelah peserta berhenti merokok dan terus merokok selama beberapa tahun.