REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Disahkannya rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) menjadi KUHP mendapat ragam respons dari berbagai pihak. Sejumlah pelancong menganggap keputusan Indonesia untuk melarang kohabitasi dan seks di luar nikah yang tercantum dalam KUHP dapat merugikan industri pariwisata di Bali.
Pelancong dan pebisnis memperingatkan undang-undang baru itu dapat menghalangi orang asing untuk berkunjung dan berinvestasi di Indonesia. “Jika saya tidak bisa tinggal bersama kekasih saya di hotel, saya akan berpikir dua kali tentang itu,” kata Wu Bingnan, seorang turis asal China berusia 21 tahun yang sedang berkunjung ke Bali, dilansir dari Malay Mail, Kamis (8/12/2022).
Perubahan KUHP akan berlaku dalam waktu tiga tahun, tetapi Wakil Ketua Dewan Industri Pariwisata Indonesia Maulana Yusran mengatakan aturan itu benar-benar kontra-produktif. Sementara itu, yang lain berusaha menenangkan ketakutan akan tindakan keras terkait moralitas di Indonesia.
“Peraturan itu lebih memperjelas dari yang kita miliki saat ini, bahwa hanya orang-orang tertentu saja yang berhak mengadu. (Sebagai operator hotel) kami tidak khawatir dan tidak merasa akan berdampak pada bisnis kami,” ujar Manager Oberoi Hotel Bali Arie Ermawati.
Asosiasi pariwisata memperkirakan kedatangan asing di Bali diperkirakan akan mencapai tingkat pra-pandemi sebanyak 6 juta pada 2025.
Pasal 412 ayat 1 KUHP baru menyebut, "Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II."
Sedangkan Pasa 412 ayat 2 berbunyi, "Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
a. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau
b. Orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.