REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pandemi virus corona telah menghambat upaya untuk mengendalikan malaria. Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang diterbitkan pada Kamis (8/12/2022), pandemi mengakibatkan 63.000 kematian tambahan dan lebih dari 13 juta infeksi malaria secara global selama dua tahun terakhir.
Kasus penyakit parasit meningkat pada tahun 2020 dan terus meningkat pada 2021, meskipun dengan kecepatan yang lebih lambat. Menurut WHO, sekitar 95 persen dari 247 juta infeksi malaria dunia dan 619.000 kematian tahun lalu terjadi di Afrika.
“Kami keluar jalur sebelum pandemi dan pandemi sekarang memperburuk keadaan,” kata pejabat senior di Departemen Malaria WHO, Abdisalan Noor.
Noor berharap peluncuran vaksin malaria resmi pertama di dunia tahun depan akan memiliki dampak cukup besar dalam mengurangi jumlah penyakit parah, dan kematian. Terutama jika cukup banyak anak yang diimunisasi.
Dia menambahkan, lebih dari 20 negara telah mengajukan aliansi vaksin Gavi untuk membantu mengamankan vaksin malaria. Namun, vaksin tersebut hanya efektif sekitar 30 persen dan membutuhkan empat dosis agar efektif melawan malaria.
Kelambu mencegah gigitan nyamuk
Kelambu dapat melindungi orang dari gigitan nyamuk penyebar malaria. Laporan WHO menemukan bahwa, sekitar tiga perempat kelambu yang disediakan oleh para donor telah didistribusikan.
Sayangnya, terdapat kesenjangan besar di beberapa negara yang paling parah terkena dampak. Pihak berwenang di Nigeria, misalnya, membagikan lebih dari setengah kelambu. Sementara Kongo mendistribusikan sekitar 42 persen kelambu.
Para pejabat juga menyuarakan keprihatinan tentang spesies nyamuk invasif baru yang tumbuh subur di kota-kota. Nyamuk ini resisten terhadap banyak pestisida, dan yang dapat membatalkan kemajuan upaya bertahun-tahun melawan malaria.
Spesies invasif belum secara signifikan berkontribusi terhadap beban malaria secara keseluruhan Afrika. Tetapi serangga tersebut kemungkinan besar bertanggung jawab atas lonjakan baru-baru ini di beberapa bagian tanduk Afrika.
David Schellenberg, profesor di London School of Hygiene and Tropical Medicine, mengatakan, ada alat dan strategi baru yang menjanjikan untuk mengatasi malaria, tetapi tantangannya adalah tingkat pendanaan. WHO memperkirakan total investasi untuk malaria sekitar 3,5 miliar dolar AS.
Dekan Ilmu Biologi di Sekolah Kedokteran Tropis Liverpool, Alister Craig, mencatat bahwa kemajuan dalam mengurangi kematian akibat malaria telah terhenti bahkan sebelum pandemi Covid-19. “Sepertinya kita telah mencapai batas keefektifan alat yang kita miliki sekarang,” kata Lister, yang tidak terkait dengan laporan WHO.